Pengusaha dan Buruh Kompak Tolak Iuran Tapera
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia satu suara menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Asal tahu saja, peraturan ini mewajibkan potongan gaji bagi para pekerja dan pemberi kerja sebesar total 3 persen.
"Posisi pengusaha dan pekerja kadang-kadang suka banyak berbeda tapi kali ini kita satu," ujar Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat 31 Mei.
Shinta mengatakan sejatinya Apindo mendukung niat baik pemerintah dalam memperhatikan kersejahteraan buruh dengan memberikan rumah yang layak. Namun yang menjadi permasalahan adalah Tapera yang merupakan tabungan justru menjadi tambahan iuran bagi buruh dan pengusaha. Padahal, dalam BPJS Ketenagakerjaan telah menyediakan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) salah satunya keringanan berupa bunga bank yang lebih ringan dibandingkan bunga komersil lain pada pinjaman KPR dengan maksimal harga rumah Rp500 juta.
"Kita sudah ada program jaminan sosial yang mengcover perumahan rakyat.
Dikatakan Shinta pihak swasta dan serikat buruh menilai perlu ada pertimbangan dari pemerintah untuk melakukanpeninjjauan kembali terhadap PP dan UU yang mewajibkan pengusaha dan buruh untuk menabung di Tapera.
"Kalau nama tabungan ya sukarela aja jadi engga mengharuskan pemberi kerja dan pekerja mengiur. Kedua, kalau ASN, TNI dan Polri karena ranah pemerintah dan mau jalankan, silakan saja. Mungkin ini bermanfaat. Monggo," beber Shinta.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, Elly Rosita Silaban mengatakan dengan UMP Jakarta sebes Rp5,06 juta atau sebesar Rp126.000 per bulan cukup memberatkan buruh yang diwajibkan menabung hingga usia 58 tahun.
Baca juga:
"Dana ini tdk sedikit dan kami 'dipaksa' menabung wajib dan itu seperti azas gotong-royong subsidi silang. Bagaimana mungkin pekerja mayoritas padat karya menyumbang mereka yang miskin. Sementara kami sendiri masih miskin," kata dia.
Apalagi, kata dia, tabungan ini tidak bisa diakses saat dibutuhkan, tapi hanya saat meninggal atau berusia 58 tahun.
Ia juga mempermasalahkan Tapera yang tumpang tindih dengan MLT BPJS Tenagakerja yang saat ini terkumpul sebesar Rp160 triliun .
"Kenapa tidak maksimalkan saja? Memang niat demi masyarakat agar seluruh punya rumah, tapi jangan dipaksa dong," pungkas dia.