Konflik Timur Tengah, Perseteruan yang Tiada Ujung
JAKARTA - Nama Timur Tengah merupakan nama pemberian Inggris terhadap kawasan yang membentang dari Maroko di sebelah barat, Iran disebelah Timur, serta Turki hingga Yaman di sebelah utara dan selatan.
Kondisi geografis Timur Tengah amat didominasi oleh padang gurun yang luas sehingga tidak memungkinkan untuk pertanian. Namun, ada juga wilayah tertentu yang dapat dijadikan sebagai ladang pertanian seperti lembah sungai Nil, Mesopotamia ( Sungai Eufrat dan Tigris), serta daerah tepi Laut Merah dan Mediterania. Penduduk yang mendiami kawasan ini bermacam-macam seperti bangsa Arab, Turki, Kurdi dan Persia.
Konflik merupakan bagian dari perputaran siklus kekuasaan yang memang sering terjadi di berbagai daerah. Semakin kompleksnya masyarakat dan semakin banyaknya pengaruh yang dilakukan oleh negara-negara kuat di dunia membuat negara bergerak secara dinamis. Wilayah Timur Tengah (middle east) selama ini seakan tidak lepas dari carut marut konflik dan kekerasan yang selalu menghiasi setiap head line media-media seluruh dunia.
Konflik Timur Tengah merupakan salah satu konflik kawasan yang sifatnya tiada ujung. Konflik ini dikatakan berkepanjangan karena tidak ada ujung penyelesaian. Penyelesaian sejatinya telah melibatkan banyak pihak, mulai dari Organisasi internasional seperti PBB sampai dengan negara superpower seperti Amerika Serikat dan Rusia. Sikap oportunis, egois, dan pragmatis dari penduduk Timur Tengah bahkan pemimpinnya menyebabkan konflik tersebut seakan-akan dibiarkan terus menerus.
Namun jika di lihat lebih jauh disitulah agama-agama Semit lahir, yaitu Islam, Kristen, Yahudi yang mengajarkan tentang kebaikan dan kebenaran. Selain itu juga terdapat tempat suci yang di klaim ketiga agama itu yaitu Jerussalem. Sangat ironis tempat lahirnya agama yang mengajarkan kedamaian kepada setiap umatnya menjadi wilayah yang nyaris jarang terdengar kata perdamaian.
Pembentukan Negara Israel
Pakar Timur Tengah, Yon Machmudi mengatakan akar perselisihan Timur Tengah itu diawali dengan masalah pendudukan Israel pada Jalur Gaza dan Tepi Barat Gaza yang tak berkesudahan. Sengketa diawali tahun 1917, di mana ada Deklarasi Balfour oleh pemerintah Inggris yang memfasilitasi Kelompok Federasi Zionis dari Britania Raya dan Irlandia, untuk mendapatkan tanah darah yang dijanjikan dari bekas kekaisaran Ottoman Turki saat Perang Dunia 1.
Nama Balfour diambil dari sosok Menteri Luar Negeri Inggris yang menjabat saat itu, Arthur Balfour. Deklarasi ini diabadikan dalam mandat Inggris atas Palestina dan didukung oleh Liga Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk pada 1922. Organisasi ini adalah cikal bakal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
Sejak saat itu dimulai perseteruan antara kelompok Zionis Yahudi dengan penduduk setempat menjadi sejarah panjang. Saling usik dan saling usir serta saling bunuh hingga terjadi perang selama 6 hari. Dampaknya pembakaran, pengusiran warga di sejumlah desa dan etnis penduduk setempat, hingga muncul PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) pimpinan Yasser Arafat, dan lahirnya gerakan Intifada. Perseteruan itu terus berulang kali terjadi.
"Orang orang yang menjadi petinggi Hamas sekarang adalah para remaja pelaku aksi Intifada saat itu," tutur Machmudin, ditemui Voi di rumahnya di Depok, Sabtu, 20 April.
Dalam kurun waktu 20 tahun, jumlah orang Yahudi yang tiba di Palestina terus bertambah. Banyak dari mereka melarikan diri dari persekusi yang mereka alami di Eropa, khususnya holokos yang dilakukan Nazi di Jerman dan sekitarnya pada Perang Dunia Kedua.
Pertikaian antara komunitas Yahudi dan Arab di Palestina yang tak kunjung usai membuat Inggris menarik diri dan para pemimpin Yahudi mendeklarasikan pembentukan negara Israel di bulan Mei 1948.
Ketakutan dan Pengakuan Sepihak Israel
Usai komunitas Yahudi melakukan pendeklarasian pembentukan negara, pertikaian keduanya semakin sering terjadi hingga akhirnya ribuan warga Palestina pergi meninggalkan rumahnya. Dan rakyat Palestina menyebut peristiwa itu sebagai Nakba atau bencana. Setahun kemudian, Israel berhasil menguasai setengah dari wilayah tersebut dan baru ada gencatan senjata.
Sementara para pengungsi Palestina dan keturunan mereka tinggal di Gaza dan Tepi Barat, serta di sejumlah negara seperti Yordania, Suriah, dan Lebanon. Selanjutnya Israel mengeluarkan peraturan tidak memperbolehkan rakyat Palestina untuk kembali ke kampung halamannya. Israel beralasan hal itu akan membuat Israel kewalahan dan mengancam keberadaannya sebagai negara Yahudi.
Pasca perang Israel dan Palestina di tahun 1967, Israel masih menduduki Tepi Barat dan mengeklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya, sementara Palestina mengeklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina pada masa mendatang. Dan Amerika Serikat merupakan salah satu negara pertama yang mengakui pengakuan dari Israel tersebut.
Dalam kurun waktu 45 tahun setelah 1967, Israel membangun ratusan ribu pemukiman di wilayah kekuasaannya. Dan tak kurang ada 700 ribu komunitas Yahudi yang tinggal di Yerusalem Timur dan Tepi Barat. Pembangunan pemukiman tersebut ditentang keras oleh PBB dan Inggris. Tak hanya itu, PBB dan Inggris menilai pengakuan kekuasaan daerah secara sepihak merupakan salah satu pelanggaran pertama hukum internasional yang dilakukan Israel.
Perdamaian yang Tidak Pernah Tercipta
Perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina telah dilakukan berulang kali antara 1990-an hingga 2000-an, diselingi dengan pecahnya pertikaian. Perdamaian yang dinegosiasikan tampaknya mungkin terjadi pada masa-masa awal.
Sejumlah pembicaraan rahasia di Norwegia menjadi proses perdamaian Oslo, yang dilambangkan dengan upacara di halaman Gedung Putih pada 1993 yang dipimpin oleh Presiden AS Bill Clinton. Dalam momen bersejarah, Palestina mengakui negara Israel dan Israel mengakui musuh bebuyutannya, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebagai satu-satunya wakil rakyat di Palestina.
Lantas, mengapa sekarang perangnya Israel melawan Iran? Menurut Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu, Iran memang negara yang sejak dulu menentang pembentukan negara Israel dan campur tangan Amerika sebagai sekutunya. Perseteruan Iran dan Amerika berulang kali terjadi terakhir kasus embargo Iran oleh Amerika karena program nuklir Iran dan kasus pembunuhan ahli nuklir Iran yang disinyalir didalangi Mossad dan Amerika.