Memahami Perbedaan Karantina, Isolasi, dan Social Distancing
JAKARTA - Meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di dunia memaksa pemerintah masing-masing negara melakukan berbagai tindakan. Langkah paling ekstrem adalah lockdown. Wuhan, China jadi kota yang pertama memberlakukan. Kota tersebut merupakan zero ground dari wabah COVID-19 yang kini bersifat pandemi.
Meski demikian, keputusan lockdown tak bisa begitu saja dilakukan. Ada beberapa hal yang wajib disiapkan agar upaya menekan sebaran virus tak menghajar berbagai aspek kehidupan lain. Maka, di luar lockdown, ada berbagai skema yang juga kerap muncul. Karantina, isolasi, dan social distancing. Namun, tahukah perbedaannya?
Isolasi dan karantina adalah praktik kesehatan masyarakat yang digunakan untuk menghentikan atau membatasi penyebaran suatu penyakit. Isolasi dan karantina juga digunakan untuk melindungi masyarakat dengan mencegah paparan langsung terhadap orang yang terinfeksi atau orang yang mungkin terinfeksi.
Skema isolasi dilakukan untuk memisahkan orang sakit yang memiliki penyakit menular dari mereka yang sehat. Seseorang yang diisolasi biasanya pergerakannya akan dibatasi untuk membantu menghentikan penyebaran penyakit tertentu. Misalnya, rumah sakit menggunakan ruang isolasi untuk pasien dengan TB menular atau difteri.
Sedangkan karantina adalah upaya melakukan pemisahan dan pembatasan pergerakan orang yang sehat, namun diperkirakan terpapar oleh suatu penyakit menular. Karenanya, dibutuhkan observasi untuk mengetahui apakah mereka positif atau negatif dari penyakit.
Orang-orang yang sehat namun harus dikarantina bisa saja terpapar penyakit namun tidak mengetahuinya atau mungkin memiliki penyakit tetapi tidak menunjukkan gejala. Karantina juga dapat membantu membatasi penyebaran penyakit menular agar tidak mewabah.
Dikutip dari laman CDC, Selasa 17 Maret, praktik karantina sendiri dimulai pada abad ke-14 di Venesia, Italia. Karantina dilakukan sebagai upaya melindungi kota-kota pesisir dari wabah penyakit.
Kala itu, kapal yang tiba di Venesia dari pelabuhan yang diperkirakan membawa sebuah virus diminta untuk menjangkar selama 40 hari sebelum ke daratan. Bahasa 'karantina' sendiri berasal dari kata Italia 'quaranta giorni' yang berarti 40 hari.
Untuk pandemi COVID-19, beberapa organisasi kesehatan merekomendasikan karantina sukarela untuk individu yang menunjukkan gejala seperti batuk, demam, sesak napas. Selain itu, sangat disarankan untuk melakukan social distancing untuk meminimalisasi kontak antarmanusia.
Selain berfungsi sebagai fungsi medis, isolasi dan karantina juga merupakan fungsi "kekuatan politik" yang merupakan hak sebuah negara untuk mengambil tindakan yang memengaruhi individu demi kepentingan masyarakat luas.
Social distancing
Mengingat virus COVID-19 dapat tertular melalui droplet, ada baiknya untuk menghindari pertemuan-pertemuan dengan orang banyak lewat social distancing. Setiap individu harus berada dalam jarak dua meter.
Banyak lembaga publik dan swasta telah sukarela membatalkan acara dan mengeluarkan mandat kerja dari rumah (work from home) dalam upaya menjaga tingkat penyebaran penyakit seminimal mungkin.
Mungkin, jika mengharuskan bertatap muka langsung, disarankan hanya bertemu dengan orang secara perorangan, alih-alih secara kelompok. Meski berat, beberapa acara yang melibatkan banyak orang seperti konser dan pesta jugaa harus ditunda.
Dan yang paling penting, hindari kontak dekat dengan orang-orang yang sakit. Karena kita tidak tahu apakah tubuh kita dalam keadaan lemah atau seberapa menularnya penyakit orang tersebut.