BKSDA Kirim Sampel Uji Laboratorium terkait Kematian Gajah di Aceh
BANDA ACEH - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengirimkan sampel untuk uji laboratorium guna memastikan penyebab kematian gajah sumatra (elephas maximus sumatrensis) di pedalaman Kabupaten Aceh Utara.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh Kamarudzaman mengatakan sampel yang diambil untuk uji laboratorium yakni kotoran dan cairan lambung gajah tersebut.
"Uji laboratorium tersebut untuk memastikan penyebab kematian gajah. Sampel yang diuji hanya kotoran dan cairan lambung gajah. Proses uji laboratorium membutuhkan waktu paling tidak satu bulan lamanya," kata Kamarudzaman dilansir ANTARA, Rabu, 27 Maret.
Sebelumnya, warga menemukan bangkai gajah di area perkebunan di Dusun Jabal Antara, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, pada Minggu (24/3/2024). Saat ditemukan, gading satwa liar tersebut tidak ada lagi.
Kamarudzaman mengatakan tim dokter BKSDA Aceh sudah ke lokasi dan melakukan nekropsi atau bedah bangkai gajah. Dari hasil nekropsi, organ vital satwa dilindungi tersebut sudah mengalami autolisis, sehingga tidak dapat dijadikan sampel uji laboratorium.
"Jadi, yang bisa dijadikan sampel hanyalah kotoran dan cairan lambung. Sedangkan organ vital seperti hati, limpa, jantung, dan lainnya tidak bisa lagi diperiksa di laboratorium karena sudah mengalami autolisis," katanya.
Baca juga:
Kamarudzaman mengatakan kasus kematian gajah tersebut saat ini sedang dalam penyelidikan kepolisian. Kepolisian juga sudah melakukan olah tempat kejadian perkara.
"Kami belum bisa menyampaikan penyebab pasti kematian gajah tersebut karena masih harus menunggu hasil uji laboratorium serta hasil penyelidikan kepolisian," kata Kamarudzaman.
Gajah sumatra merupakan satwa liar dilindungi. Merujuk pada daftar dari The IUCN Red List of Threatened Species, gajah sumatra hanya ditemukan di Pulau Sumatra ini berstatus spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
BKSDA mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh.
Selain itu juga tidak menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian.
"Semua perbuatan negatif terhadap satwa liar dilindungi tersebut yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Kamarudzaman.