Tak Hanya Satu Gunung Api di NTT Berstatus Siaga, PVMBG Sebut Tiga Gunung Lain dalam Status waspada
KUPANG - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menyatakan kenaikan status gunung api Lewotobi Laki-laki menjadi Siaga mulai 1 Januari 2024 pukul 04.00 Wita.
Kenaikan status itu merujuk pada hasil pemantauan visual dan instrumental yang menunjukkan peningkatan aktivitas dan kegempaan pada gunung tersebut, serta mewaspadai terjadi awan panas dari arah rekahan kawah.
PVMBG melalui Balai Pemantauan Gunung Api dan Mitigasi Bencana Gerakan Tanah Nusa Tenggara menyebutkan satu gunung kini berstatus level III atau Siaga, sedangkan tiga gunung api lainnya berstatus Waspada atau level II.
"Dari 17 gunung api aktif di Pulau Flores dan Lembata, satu gunung api sudah berstatus Siaga dan tiganya berstatus Waspada," kata Kepala Balai Pemantau Gunung Api dan Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Nusa Tenggara, Zakarias Ghele Raja di Kecamatan Wulanggitang Flores Timur, dilansir ANTARA, Senin, 1 Januari.
Selanjutnya tiga gunung api yang berstatus Waspada yakni Gunung api Ile Lewotolok di Kabupaten Lembata, Inelika di Kabupaten Ngada, dan Lewotobi Perempuan di Flores Timur.
Gunung Ile Lewotolok sebelumnya berstatus Siaga, namun status gunung itu diturunkan pada 28 Desember 2022 menjadi Waspada.
Sementara itu Gunung Inelika yang sebelumnya berstatus Normal atau berada pada level I mengalami peningkatan status menjadi level II atau Waspada pada 4 Oktober 2023.
Kenaikan status itu didasarkan pada adanya peningkatan aktivitas kegempaan yang menunjukkan kenaikan tekanan di bawah tubuh gunung itu yang dapat memicu munculnya gempa-gempa vulkanik dan erupsi freatik.
"Sedangkan kenaikan status gunung api Lewotobi Perempuan menjadi Waspada terjadi pada 17 Desember 2023 lalu," kata Zakarias.
Baca juga:
Dengan kenaikan status empat gunung api aktif itu, Zakarias mengatakan ada beberapa potensi bahaya yang harus dijauhi oleh masyarakat yakni abu vulkanik, awan panas, serta gas beracun yang keluar.
Oleh karena itu, masyarakat di sekitar gunung harus menjauh dari pusat erupsi gunung atau tidak melakukan aktivitas di sekitar gunung. Hal itu harus dilakukan karena kecepatan pergerakan magma yang secara tiba-tiba di perut bumi sangat susah diantisipasi.
"Memang pergerakan magma dari sumber magma dapat diketahui melalui frekuensi gempa vulkanik, namun kecepatan magma secara tiba-tiba itu sulit dihindari," pungkasnya.