Percepat Impor Beras, Kepala Bapanas: Tetap Jaga Harga di Tingkat Petani
JAKARTA – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mendorong percepatan realisasi impor beras untuk menjaga stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tetap aman sesuai target pemerintah. Namun, percepatan ini dilakukan secara terukur guna menjaga harga di tingkat petani.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan percepatan realisasi importasi beras ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan beras aman guna memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah.
“Jadi hari ini kita lakukan importasi, tapi importasi yang terukur karena tetap menjaga harga di tingkat petani berada di atas biaya produksi dan margin petani. Harga di tingkat petani jangan sampai jatuh, sehingga petani tetap semangat berproduksi,” ujar Arief di Jakarta, Senin, 13 November.
Lebih lanjut, Arief mengatakan, importasi yang dilakukan pemerintah hanya untuk pemenuhan stok CBP yang harus dimiliki oleh Perum Bulog dalam mengamankan stabilitas pasokan dan harga beras. Penggunaan CBP juga hanya diperuntukan ke program-program pemerintah dalam rangka intervensi pasar dan bantuan ke masyarakat.
“Cadangan beras kita pastikan harus di atas 1 juta ton secured. Ini nomor satu ketersediaan dulu. Kalau harga di hilir tentunya kita tekan dengan upaya Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Sesuai dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo, program bantuan pangan beras ini juga diperpanjang dari hingga Desember 2023 dan nanti di tahun depan juga kita akan siapkan untuk bantuan pangannya hingga Juni 2024,” ungkap Arief.
Lebih lanjut, Arief mengatakan perkembangan stok CBP yang ada saat ini secured di angka 1,3 juta ton. Per 13 November, sumber pengadaan CBP yang bersumber dari dalam negeri sejumlah 912,5 ribu ton. Selanjutnya total CBP yang telah disalurkan telah capai 2,1 juta ton dalam berbagai bentuk program antara lain SPHP 885 ribu ton, bantuan pangan beras tahap pertama 640.000 ton, bantuan pangan beras tahap kedua 537.000 ton, golongan anggaran 69.000 ton, dan tanggap darurat 2,3 ribu ton.
“Sekali lagi, tugas NFA itu adalah melakukan kalkulasi kebutuhan stok nasional secara komprehensif dan memastikan ketersediaan telah tercukupi atau diperlukan pasokan dari sumber lainnya. Lalu apabila terlihat ada gejolak harga di masyarakat, kita terus gelontorkan stok dalam bentuk intervensi pemerintah dan bantuan pangan beras guna menekan harga,” ucapnya.
Arief bilang CBP di akhir tahun ini ditargetkan dapat terjaga diangka 1,2 juta ton. Karena itu, Badan Pangan Nasional akan menyerap hasil dalam negeri pada saat panen raya yang kemungkinan ada di Mei dan Juni tahun depan.
“Ini karena produksi dalam negeri harus menjadi nomor satu untuk penguatan ketersediaan stok,” jelasnya.
Adanya kemungkinan mundurnya masa panen raya yang menjadi pada Mei dan Juni tersebut disebabkan masa tanam yang terlambat akibat kemarau. Namun, Arief mengaku tetap optimis produksi dalam negeri dapat memperkuat CBP.
“Jadi 70 persen untuk tanaman padi itu ada di semester pertama, lalu semester kedua itu sisa panen. Dengan itu, semester pertama panen harus berhasil, mulai dari bibitnya, benihnya, dan sumber airnya. Kita semua tentu ingin sumber CBP diperkuat dari dalam negeri agar para petani terus termotivasi berproduksi,” ungkap Arief.
Baca juga:
Di kawasan ASEAN, sambung Arief, memang produksi beras Indonesia termasuk yang terbesar. Akan tetapi yang harus dikejar adalah gap antara produksi dan konsumsi.
“Gap kita tahun 2022 sekitar 1,3 juta ton. Kalau dengan kebutuhan konsumsi nasional tahun ini sekitar 30 juta ton, sebaiknya produksi dalam negeri terus kita genjot,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan percepatan realisasi importasi terus digenjot Perum Bulog dengan memperbanyak destinasi pelabuhan penerima.
Bahkan, Budi mengakatakan pihaknya berkoordinasi dengan Pelindo yang melayani tiga shift atau 24 jam, sehingga mampu mempercepat layanan bongkar pada kapal beras dimaksud.
“Untuk percepatan realisasi impor beras ini kita langsung tujukan kepada 28 pelabuhan penerima di seluruh Indonesia. Tadinya hanya 17 pelabuhan, namun dalam rangka percepatan, kita tambah 11 pelabuhan lagi jadi total ada 28 pelabuhan penerima,” ujar Budi Waseso.