Belasan Siswi SMP Sukodadi yang Tak Gunakan Ciput Kerudung Dicukur, Padahal Sanksi Bukan untuk Intimidasi

JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti peristiwa seorang guru yang menggunduli belasan siswi SMP di Sukodadi, Jawa Timur, sebagai bentuk sanksi atau hukuman. Ia menekankan, setiap hukuman bagi pelajar seharusnya bersifat pembinaan yang mendidik, bukan sebuah bentuk intimidasi dari seorang guru kepada murid.

"Kejadian ini mengingatkan kita semua akan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, penuh penghargaan, dan menghormati hak-hak fundamental setiap individu" ucap Puan, Kamis 31 Agustus.

Seperti diketahui, seorang guru di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, menggunduli 14 siswi sebagai hukuman karena tak menggunakan dalaman jilbab atau ciput. Atas peristiwa itu, belasan wali murid protes dan tidak terima anaknya digunduli.

Puan pun menyayangkan peristiwa itu. Menurutnya, hukuman yang dilakukan guru berinisial EN tersebut kurang bijaksana dan tidak mencerminkan kebajikan.

“Bentuk sanksi atau hukuman kepada siswa seharusnya bersifat membina, bukan intimidasi dan sikap merendahkan yang membuat siswa merasa tertekan,” ucap perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

"Menggunduli rambut siswi sebagai bentuk hukuman bukanlah pendekatan yang baik dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia (HAM), khususnya hak-hak bagi anak," sambung Puan.

Mantan Menko PMK ini menuturkan, aturan yang jelas dan sanksi yang proporsional harus diatur dalam peraturan sekolah. Puan mengatakan, hal tersebut diperlukan untuk menghindari tindakan spontan dan tidak terkendali yang dapat merugikan murid dan citra institusi pendidikan itu sendiri.

"Sanksi yang diterapkan haruslah bermanfaat dalam membentuk perilaku positif, bukan menciderai atau merendahkan martabat pelajar," tuturnya.

Selain itu, Puan menilai penting juga implementasi kebijakan sekolah yang jelas terkait dengan hak asasi siswa. Termasuk hak untuk berpakaian sesuai keyakinan dan identitas pribadi.

"Kebijakan ini harus diterapkan secara konsisten dan adil oleh seluruh staf pendidik dan pihak terkait. Ini akan memberikan landasan yang kuat untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan menghormati keragaman," sebut Puan.

Ditambahkannya, insiden di SMPN 1 Sukodadi dapat menjadi peringatan bagi Kementerian dan dinas terkait untuk terus melakukan evaluasi sekolah-sekolah. Puan menyebut, evaluasi berkala diperlukan demi memastikan lingkungan pendidikan senantiasa menjadi tempat di mana siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan penuh rasa aman, hormat, dan merdeka.

"Pentingnya pembinaan dan aturan tegas

agar kasus semacam ini tidak terulang di masa depan, diperlukan pembinaan yang komprehensif untuk guru-guru dalam menghadapi pelanggaran disiplin di sekolah," tegas cucu Bung Karno tersebut.

Menurut Puan, pendidikan tentang HAM dan hak-hak bagi anak harus menjadi bagian integral dari kurikulum dan pelatihan guru. Sehingga setiap pelanggaran tidak perlu direspons dengan tindakan fisik yang merendahkan, tetapi dengan pendekatan komunikatif yang memfasilitasi pertumbuhan murid.

"Guru perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang hak-hak siswa dan bagaimana memastikan bahwa lingkungan belajar tidak hanya menciptakan kualitas pendidikan yang baik, tetapi juga menghormati martabat setiap individu," ucap Puan.

Puan mengingatkan, seorang guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan perkembangan siswa. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan dalam membangun kedekatan yang komunikatif kepada setiap murid-murid untuk memami keinginan anak didiknya.

"Guru perlu membangun hubungan yang positif dengan siswa, mendengarkan mereka, memahami tantangan yang mereka hadapi, dan membantu mereka tumbuh menjadi individu yang tangguh dan beretika," sebutnya.

Lebih lanjut, Puan menyatakan DPR RI akan terus berkomitmen untuk bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam mengawal dan memastikan bahwa pendidikan di Indonesia berlandaskan pada nilai-nilai etika, penghormatan, dan bersifat inklusi.

"Dengan langkah-langkah preventif, edukasi, dan implementasi kebijakan yang tepat, kita dapat memastikan bahwa semua siswa merasa aman, dihormati, dan diberdayakan dalam perjalanan pendidikan mereka," tutup Puan.