Apa Itu Eksil 1965? Pemerintah Tawarkan Ini untuk Mereka

YOGYAKARTA – Tengah ramai diperbincangkan tawaran Pemerintah Indonesia kepada para eksil 1965 yang berupa kemudahan layanan imigrasi. Di luar dari kasus tersebut, eksil 1965 memang kerap dibahas karena bersangkutan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Lalu, apa itu eksil 1965 sebenarnya?

Mengenal Apa Itu Eksil 1965

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksil diartikan sebagai terpinggirkan. Istilah tersebut diambil dari kata bahasa Inggris yang artinya terasing, atau seseorang yang dipaksa meninggalkan kampung halaman atau rumah yang ia tempati. Di Indonesia, eksil dikaitkan dengan peristiwa 1965. Istilah tersebut merujuk pada seseorang yang “dipaksa meninggalkan kampung halaman” lantaran peristiwa 1965.

Dalam jurnal yang berjudul Eksil Politik dalam Perspektif Hukum Pengungsi Internasional yang ditulis oleh Muhammad Faisal dikatakan bahwa eksil Politik 1965 adalah mereka yang pada masa pergeseran kekuasaan pemerintah Orde Lama ke Orde Baru sedang berada di luar negeri dengan alasan belajar atau jadi delegasi negara untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi di negara sosialis.

Seperti diketahui, di tahun 1960-an, Presiden RI-1 Soekarno yang merepresentasikan masa Orde Lama, sempat mengirim para pemuda dan pemudi ke luar negeri. Sayangnya mereka yang dikirim tak bisa pulang ke Indonesia lantaran adanya tragedi 1965. Tragedi tersebut berupa pembantaian perwira tinggi militer RI yang berujung pada pembunuhan lain dan penindasan besar-besaran di berbagai wilayah di Indonesia terhadap seseorang yang berkaitan dengan komunis atau “beraliran kiri”.

Tragedi 1965 yang dianggap sebagai masa transisi perpindahan kekuasaan Soekarno ke Soeharto memaksa para pemuda-pemudi yang ada di luar negeri menjadi orang buangan. Fasilitas yang awalnya diberikan kepada mereka dicabut.

Di masa Orde Baru para pelajar dan delegasi tidak diakui oleh Pemerintah dan dianggap sebagai komunis. Pencabutan hak kewarganegaraan, termasuk paspor membuat mereka tak bisa kembali ke Indonesia. Meski ada yang berhasil pulang ke Indonesia, mereka akan ditangkap dan diinterogasi oleh militer. Sedangkan mereka yang memilih untuk tidak kembali ke Indonesia hidup sebagai manusia tanpa kewarganegaraan. Mereka sempat bertahan di beberapa negara seperti Belanda, Rusia, Rumania, Albania, Tiongkok, dan Kuba.

Karena tak bisa pulang, eksil yang kehilangan kewarganegaraan itu memutuskan untuk membangun kehidupan di negara yang mereka singgahi, termasuk Belanda. Mereka juga mengajukan kewarganegaraan di negara tersebut.

Sebagai salah satu bentuk penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat, termasuk peniadaan hak kembali ke negara asal, Pemerintah Indonesia memang memiliki Undang –undang nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Namun UU tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-IV/2006 UU KKR dibatalkan karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan dianggap tak punya kekuatan hukum mengikat.

Kemudian di tahun 2019, dikutip dari situs Komnas HAM, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menyatakan dukungannya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Upaya penyelesaian masalah eksil 1965 sampai saat ini masih mengalami kebuntuan. Terbaru, Pemerintah memberikan tawaran kepada eksil 1965 berupa kemudahan layanan imigrasi bagi mereka yang ingin pulang ke Indonesia. Tawaran tersebut sebagai salah satu bentuk pemulihan hak kewarganegaraan. Akan tetapi bagi sebagian eksil upaya tersebut masih belum cukup untuk memulihkan penderitaan mereka yang berstatus sebagai korban pelanggaran HAM berat.

Itulah informasi terkait apa itu eksil 1965. Kunjungi VOI.ID untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.