Kebanyakan Kasus Suap Terkait Pengadaan Barang dan Jasa, KPK: Ini Titik Rawan

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kebanyakan kasus suap berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Salah satu yang membuktikannya adalah operasi tangkap tangan (OTT) yang ujungnya menjerat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Henri Alfiandi. 

“Kalau kita cermati, semuanya menyangkut suap pengadaan barang dan jasa,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 14 Agustus

“Memang dari perspektif anggaran ini titik paling rawan terjadi tindak pidana korupsi, yaitu belanja barang dan modal,” sambungnya.

 

Kerawanan ini muncul karena pengusaha sangat mungkin menyuap pejabat, ujar Alexander. Tujuannya, agar mereka mendapat proyek yang ditargetkan di kementerian atau lembaga. 

“Sangat terbuka peluang antara penyelenggara negara dan vendor untuk bersekongkol yang berujung suap,” tegasnya.

Alexander memaparkan saat ini komisi antirasuah sudah menetapkan 89 tersangka hingga Juni 2023 atau selama semester I. Sedangkan untuk jumlah upaya penindakan ada 73 penyelidikan, 85 penyidikan, 52 penuntutan, 63 perkara inkrah, dan 100 eksekusi tersangka yang sudah dilakukan.

“(Sementara, red) terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) ada enam perkara,” ujarnya.

Enam perkara pencucian uang tersebut, salah satunya turut menjerat eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo.

Kemudian ada juga Kakanwil BPN Riau M. Syahrir yang terjerat suap pengurusan hak guna usaha; Hakim Agung Gazalba Saleh; Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka; dan eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.