Taliban Berhentikan Hampir 500 Guru Taman Kanak-kanak Perempuan
JAKARTA - Taliban dilaporkan telah melarang hampir 500 perempuan bekerja sebagai guru taman kanak-kanak, membuat Kaum Hawa semakin terdesak dari kehidupan publik di Afghanistan.
Keputusan yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja dan Sosial tersebut mencakup 469 guru taman kanak-kanak serta para manajer dan staf, menurut laporan Independent edisi Bahasa Farsi.
Dalam sebuah rekaman yang dibagikan oleh para aktivis dan mantan anggota Parlemen Afghanistan pada Hari Kamis, para wanita terlihat menangis setelah keputusan tersebut.
"Setiap air mata yang menetes mewakili sebuah keluarga yang kehilangan pendapatan yang stabil, seorang wanita kehilangan kemerdekaannya, seorang anak kehilangan seorang pendidik," kata mantan politisi Mariam Solaimankhil, melansir The National News 14 Juli.
"Ini lebih dari sekadar tidak adil, ini tidak masuk akal," tegasnya.
Ini merupakan salah satu dari beberapa langkah yang secara efektif membatasi perempuan, termasuk lebih dari satu juta anak perempuan usia sekolah menengah, hanya berada di rumah selama hampir dua tahun terakhir.
Hal ini juga dikecam oleh ayah dari aktivis pendidikan Malala Yousafzai, yang mengatakan Taliban "harus mengizinkan guru-guru Afghanistan untuk mengajar dan anak-anak perempuan Afghanistan untuk belajar".
"Sementara dunia tetap diam, Taliban bergerak menuju normalisasi sistem apartheid gender yang lengkap dengan kebijakan mereka yang tidak manusiawi dan anti-perempuan," jelas Ziauddin Yousafzai.
Baca juga:
- Menlu Retno Kedepankan Dua Prioritas untuk Dorong Peningkatan Kerja Sama ASEAN-Norwegia
- Menlu Retno Minta AS Ikut Jaga Stabilitas dan Perdamaian Indo-Pasifik Serta Aksesi Traktat Bebas Nuklir ASEAN
- Tegaskan Indo-Pasifik Jangan Jadi Medan Perang di Hadapan AS, Rusia hingga China, Menlu Retno: EAS Harus Berkontribusi
- ICC Selidiki Dugaan Kejahatan Perang Usai Penemuan Kuburan Massal di Sudan
Diketahui, Taliban baru-baru ini mengumumkan larangan terhadap salon kecantikan wanita, salah satu dari sedikit tempat umum yang masih terbuka untuk mereka.
Keputusan tersebut menyebabkan sekitar 60.000 wanita kehilangan pekerjaan, sumber mengatakan kepada The National pada saat itu.
Sebelumnya, anak perempuan di atas usia 12 tahun tidak lagi diizinkan untuk bersekolah atau kuliah, sedangkan semua perempuan dilarang bekerja untuk pemerintah.
Pada Bulan Desember, perempuan dilarang bekerja di LSM, yang mendorong PBB untuk mengatakan mereka akan mempertimbangkan kembali keberadaannya di negara tersebut.