Alasan Aceh Lokasi Peluncuran Penyelesaian HAM Berat Masa Lalu, Mahfud MD: Relevan Pemenuhan Hak Korban

JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan setidaknya ada tiga alasan mengapa Aceh dipilih jadi lokasi peluncuran penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia.

"Pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Indonesia," kata Mahfud saat menyampaikan laporan dalam 'Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Pidie, Aceh, Selasa 27 Juni, yang disiarkan langsung kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden.

Kedua, penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami 2004 di Aceh. Dan ketiga, respek pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.

"Ketiga hal tersebut memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat, relevan dengan agenda pemenuhan hak korban, dan pencegahan yang sudah, sedang, dan akan terus dilakukan," tuturnya disitat Antara.

Acara itu dilangsungkan tepat di lokasi terjadinya Peristiwa Rumoh Geudong 1998—1999 yang menurut Mahfud akan direnovasi dengan pembangunan masjid atas permintaan masyarakat dan keluarga korban.

Selain itu lokasi tersebut nantinya akan dilengkapi Living Park yang juga memuat jejak sejarah yang tetap dipertahankan termasuk tangga serta dua sumur, sebagai pengingat dan pembelajaran bagi masyarakat.

"Serta ada juga tugu peringatan yang dibangun oleh KKR Aceh, yang posisinya nanti akan digeser dan disesuaikan penempatannya dalam area ini," ujar Mahfud.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo pada 11 Januari 2023 telah menyatakan Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lampau.

Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

Presiden Jokowi yang hadir langsung dalam Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM menegaskan luka akibat pelanggaran HAM berat masa lalu harus segera dipulihkan agar Indonesia dapat bergerak maju.

"Ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban. Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," ujar Jokowi.

Dalam acara tersebut dilaksanakan penyerahan simbolik pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat kepada delapan orang perwakilan.