Resensi Film Ratu Ilmu Hitam - Selamat Menikmati Neraka Ciptaan Kimo Stamboel
JAKARTA - Kimo Stamboel masih gila darah. Barangkali tak ada yang lebih tepat untuk menggambarkan eksekusi yang Kimo lakukan pada Ratu Ilmu Hitam. Jika sutradara lain membangun universe alias dunia latar di dalam film, Kimo justru ambil jalan beda. Peduli angin dengan segala teori penciptaan universe. Sebab, Ratu Ilmu Hitam adalah neraka ciptaan Kimo.
Kisah Ratu Ilmu Hitam berlangsung di sebuah panti asuhan yang menyimpan berbagai misteri kelam masa lampau. Suatu hari, tiga anak-anak asli panti asuhan itu, Hanif (Ario Bayu), Anton (Tanta Ginting), dan Jefri (Miller Khan) kembali bersama istri dan keluarga mereka untuk menjenguk Pak Bandi, pengasuh panti asuhan yang sakit keras, diperankan Yayu Unru.
Segala petaka terjadi dalam kunjungan itu. Satu per satu dari mereka diserang ilmu-ilmu sihir mengerikan. Seorang perempuan penganut ilmu hitam berupaya membalaskan dendam masa lalu kepada Hanif, Anton, dan Jefri. Dendam tak hanya menyasar ketiganya, tapi juga keluarga mereka.
Hingga pekan lalu --sebelum dipertontonkan Ratu Ilmu Hitam-- setidaknya, Rumah Dara (2009) boleh jadi film jagal (slasher) terbaik milik Kimo. Di bawah nama Mo Brothers, Kimo bersama Timo Tjahjanto berhasil menciptakan rangkaian adegan penuh darah dan kematian teramat brutal.
Namun, Ratu Ilmu Hitam menawarkan keistimewaan lain. Ia jauh lebih magis. Dalam proyek remake film berjudul sama yang dibintangi ratu film horor, Suzzanna tahun 1891 itu, Kimo lebih bebas memainkan fantasi nan brutal. Seluruh film Ratu Ilmu Hitam terasa amat fantasiah. Kimo tak membawa penonton ke dunia mana pun yang ingin ia tuju.
Tapi, segala pengabaian tentang teori penciptaan universe sungguh termaafkan. Bahkan, tak akan ada yang peduli soal di mana segala peristiwa pembantaian itu terjadi. Tak ada nama desa yang disebut, tak ada nama kota yang tercantum, bahkan tak ada latar tempat lain selain bangunan panti asuhan dan sebuah jalan misterius yang diperlihatkan.
Namun, film jagal memang tak sepenuhnya membutuhkan itu semua. Selama darah bermuncratan dan kematian demi kematian mampu menggolakkan isi perut, itu cukup. Kimo tahu betul apa yang dilakukannya. Ia membayar apa yang harus dibayar sebuah film jagal untuk memuaskan dahaga penontonnya.
Kematian penuh sihir yang ditawarkan Ratu Ilmu Hitam memunculkan konsekuensi tersendiri bagi tim produksi. Jika dalam film lain macam Rumah Dara dan Headshot (2016) Kimo lebih banyak menggunakan special effect (SFX), dalam Ratu Ilmu Hitam Kimo banyak bermain dengan Computer-Generated Imagery (CGI). Tantangan ini dijawab dengan baik oleh tim. CGI Ratu Ilmu Hitam boleh dibilang berkualitas baik.
Dari sisi cerita, Ratu Ilmu Hitam mengusung plot yang rapi dan kuat. Di luar pengabaian atas konstruksi universe, Ratu Ilmu Hitam berhasil dijahit sebagai kisah yang penuh misteri. Jawaban-jawaban dari pertanyaan yang dibangun Joko Anwar --yang berperan sebagai penulis naskah-- sejak awal film berhasil dijawab lewat rangkaian adegan yang dicicil perlahan di 3/4 film.
Caranya pun cukup asyik. Sejak awal, penonton dibuat terbiasa dengan pemaparan latar belakang konflik --dengan metode flashback-- lewat dokumentasi pribadi panti asuhan, baik foto atau pun video. Rangkaian dokumentasi itu lah yang sejatinya membawa penonton pada alasan-alasan paling masuk akal kenapa segala petaka terjadi, bagaimana dosa-dosa karakter utama membawa mereka pada 'siksa neraka' ciptaan Sang Ratu Sihir.
"Aku tak percaya ada neraka setelah kematian. Maka, aku menciptakan neraka untuk kalian. Aku akan memastikan kalian mendapatkannya!"
Orgasme kebebasan berkarya Kimo
Ini bukan film pertama Kimo tanpa Timo (Mo Brothers). Januari lalu, Kimo sempat menyutradarai sebuah film horor berjudul DreadOut. Film hasil kerja sama GoodHouse Production, CJ Entertainment, Sky Media, dan Nimpuna Sinema & Lyto ini gagal memberi kesan.
DreadOut tak terasa seperti Kimo. Ia mengakui sejumlah kendala dalam penulisan naskah. Dalam DreadOut, Kimo berupaya minggir dari ciri khasnya sebagai pembuat film jagal. Konon, produser dan studio film menginginkan DreadOut menjadi film yang dapat dinikmati lebih luas.
"Gue enggak ambil penonton gue yang pencinta gore. Kali ini, mencoba ambil penonton yang lebih lebar. Insyaallah kena 17 tahun. Sensor masih proses," kata Kimo ditulis CNN Indonesia.
Ratu Ilmu Hitam adalah kembalinya Kimo ke jati diri sebagai seorang sineas yang gila darah. Kolaborasinya dengan Joko Anwar amat berhasil. Khusus Joko, Ratu Ilmu Hitam bahkan terasa melampaui penulisan naskah Perempuan Tanah Jahanam.
Mudah saja. Ratu Ilmu Hitam menghadirkan plot twist yang lebih bertanggung jawab ketimbang Perempuan Tanah Jahanam. Jika Perempuan Tanah Jahanam yang mengantar pendalaman latar belakang konflik lewat tayangan flashback panjang yang seluruhnya digelontorkan di akhir film, jalan menuju plot twist dalam Ratu Ilmu Hitam justru dirangkai perlahan dan lebih rapi.
Akhir kata, selamat datang di neraka ciptaan Kimo. Jangan ketinggalan. Sebab, "tidak tahu pun adalah dosa, sayangku."