Kiai Terdakwa Pencabulan Santri Jalani Sidang Perdana
JEMBER - Kiai FM yang menjadi terdakwa kasus pencabulan anak dan kekerasan seksual di Kabupaten Jember menjalani sidang perdana secara dalam jaringan (daring) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-A Jember, Jawa Timur.
"Hari ini agenda pembacaan surat dakwaan terkait pencabulan terhadap anak dan kekerasan seksual," kata JPU Kejari Jember Adek Sri Sumiarsih dikutip ANTARA, Kamis, 4 Mei.
FM didakwa melakukan pencabulan terhadap anak dan kekerasan seksual dengan tiga korban santrinya di pondok pesantren yang diasuh nya di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember.
Menurutnya, sidang digelar secara daring karena belum ada surat pemberitahuan ke Lapas Jember, sehingga majelis hakim menyarankan sidang perdana tersebut digelar secara daring.
"Namun untuk sidang selanjutnya akan dilakukan secara luar jaringan (luring), sehingga terdakwa dihadirkan dalam persidangan di PN Jember. Kami juga perlu melakukan koordinasi dengan pihak Polres Jember terkait pengamanan selama sidang," tuturnya.
Dia menjelaskan tim kuasa hukum tidak membacakan eksepsi atau tanggapan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang perdana tersebut, sehingga majelis hakim menunda sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi pada Kamis (11/5) pekan depan.
Sementara Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Jember I Gede Wiraguna Wiradarma membenarkan perkara dugaan pencabulan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren di Kecamatan Ajung itu telah memasuki tahap persidangan.
"Kami telah menyiapkan lima Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan perkara tersebut," katanya.
Baca juga:
FM didakwa melanggar Pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76E Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
MF juga dijerat Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 huruf b Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu, MF juga dijerat Pasal 296 ayat (2) ke-2 KUHP.
UU RI Nomor 17 Tahun 2016 digunakan karena ada dua perempuan yang menjadi korban diketahui masih berada di bawah umur dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merujuk adanya korban perempuan yang sudah dewasa.