Wamenag: Kasus Pencabulan di Pesantren Sangat Nista
JAKARTA - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi menyebut kasus pencabulan yang terjadi Pesantren Al-Minhaj, di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, merupakan tindakan yang sangat nista.
"Itu tindakan yang sangat nista. Seharusnya tempat pendidikan apalagi pendidikan agama itu harus steril atau harus suci dari perbuatan-perbuatan yang kotor," ujar Zainut di Jakarta dilansir ANTARA, Jumat, 14 April.
Pernyataan Wamenag tersebut disampaikan menanggapi kasus Pimpinan Pesantren Al-Minhaj Wildan Mashuri yang diduga berbuat cabul terhadap lebih dari 15 santrinya dalam rentang beberapa tahun. Terduga pelaku kini sudah diamankan pihak kepolisian.
Wamenag menyesalkan dan kecewa atas perbuatan yang dilakukan Wildan. Tindakannya tentu mencoreng lembaga pendidikan agama yang semestinya harus dihormati.
Dia mengimbau kepada masyarakat yang akan menyantrikan anak-anaknya untuk lebih teliti, seperti meninjau terlebih dahulu apakah pesantren tersebut telah terdaftar di Kemenag.
Kemudian, pesantren yang dibidik harus memiliki reputasi, dan memastikan bahwa lembaga pendidikan itu memiliki hubungan dengan organisasi yang memiliki otoritas yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Sehingga ormas Islam tersebut berkewajiban untuk memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap pesantren," katanya.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghofur memastikan akan mencabut izin pesantren atas tindakan hina tersebut.
"Jelas ini tindakan pidana, perbuatan tidak terpuji, mencoreng marwah Ponpes secara keseluruhan, dan menyebabkan dampak luar biasa bagi korban," katanya.
Di sisi lain, Kemenag akan tetap memberikan pendampingan terhadap para santri agar mereka dapat melanjutkan pendidikannya. Sebab, kata dia, meski izin pesantrennya dicabut, hak pendidikan para santri harus dilindungi.
"Kami juga memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar. Kita berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Tengah dan sejumlah pesantren lainnya," kata Waryono.