Kalah Saing dengan Negara lain soal Iklim Investasi, Ini Saran Praktisi Migas

JAKARTA - Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai pemerintah Indonesia masih harus memperbaiki iklim investasi migas Indonesia agar bisa bersaing dengan negara lain.

"Dengan tidak mengurangi rasa hormat bahwa sebetulnya pemerintah sudah melakukan hal yang bagus termasuk sekarang fiskal term, boleh cost recovery, boleh gross split tapi suasana competitiveness di luar negeri ini begitu besar sehingga hal-hal yang sudah baik juga harus lebh baik lagi," ujar Hadi kepada media yang dikutip Jumat 17 Februari.

Hadi menekankan, dari sisi pajak dan split, menurutnya pemerintah harus memberikan penawaran terbaik agar daerah cekungan Indonesia semakin menarik untuk dieksplorasi.

Menurutnya, dari sisi split yang sebelumnya sebesar 15 persen untuk kontraktor dan 85 persen untuk pemerintah ahrus diubah.

"Kalau perlu dibalik, 85 kontraktor dan 15 untuk negara karena basin baru itu sangat tinggi dan sulit dieksplorasi," imbuhnya.

Sementara itu dari sisi pajak, Hadi menyarankan pemerintah menurunkan besaran pajak yang sebelumnya sebesar 44 persenmenjadi hanya 30 persen atau 25 persen.

Lebih lanjut Hadi mengatakan, pemerintah harus menumbuhkan sense of crisis sehingga dapat benar-benar meyakinkan investor untuk menanamkan modal di Indonesia melalui kebijakan yang menguntungkan.

"Kita harus berpikir strategis bahwa kita ini dalam kondisi krisis sekarang ini. Impor kita besar sekali jadi harus ada sense of crisis jadi kita harus benar-benar meyakinkan investor besar untuk masuk kembali ke Indonesia dengan fiskal term yang menarik," pungkas Hadi.

Diketahui, sebelumnya Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengungkapkan, untuk meningkatkan daya tarik investasi hulu migas, sejak tahun lalu Pemerintah telah memperbaiki terms and conditions pada penawaran lelang wilayah kerja minyak dan gas bumi. Antara lain, bagi hasil migas dapat mencapai 50:50 bagi Pemerintah dan KKKS.

“Pemerintah telah menyampaikan perubahan terms and conditions ini sejak tahun lalu. Jadi untuk bagi hasil, tidak ada lagi 85:15, sekarang dimulai dari 80:20 bagi Pemerintah dan swasta (KKKS) untuk minyak dan 75:25 untuk gas. Kita mulai dengan angka itu, seiring dengan naiknya resiko, bagian Pemerintah akan mengecil,” ujarnya pada Rabu 7 Desember 2022.

Perubahan bagi hasil migas hingga 50:50 bagi Pemerintah dan KKKS, telah diberlakukan pada kontrak kerja sama Wilayah Kerja (WK) Agung I dan II yang dikelola oleh BP. Penandatanganan kontrak WK migas ini dilakukan pada 20 Juni 2022.

“Pada Proyek Agung I dan II, pembagiannya 50:50. Ini sudah dikomunikasikan ke industri dan dunia, sehingga mudah-mudahan meningkatkan attractiveness sehingga bisa bersaing dengan negara tetangga,” papar Tutuka Ariadji.