Wapres Bicara Tentang Perusakan Al-Quran: Itu Bukan Bentuk kebebasan Berekspresi

JAKARTA - Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menegaskan peristiwa perusakan Al-Quran, seperti yang terjadi di Swedia dan Belanda, bukan merupakan bentuk kebebasan berekspresi.

"Jadi, saya kira ini tidak betul kalau ini merupakan kebebasan berekspresi, kemudian orang boleh seenaknya tanpa memedulikan hak orang lain, pihak lain," kata Ma'ruf Amin di Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis 26 Januari dikutip Antara.

Pemerintah Indonesia mengambil sikap untuk meredam konflik, dengan memanggil duta besar kedua negara tersebut guna mencegah masalah menjadi lebih luas.

"Indonesia selalu mengambil sikap untuk meredam yang namanya terjadi potensi konflik. Ini Pemerintah sudah membuat nota diplomatik tentang peristiwa ini dan akan memanggil duta besarnya, karena memang peristiwa itu bisa memicu konflik," tegas Ma'ruf.

Apabila dua kejadian tersebut tidak segera diredam, katanya, maka dapat berpotensi untuk melebar atau bahkan terjadi konflik di berbagai negara lain.

"Oleh karena itu, ini yang tidak disadari, potensi ini bisa membawa sikap permusuhan. Apalagi itu tindakan, ucapan pun, seharusnya harus dijaga," tambahnya.

Guna menghindari konflik serupa, Ma'ruf Amin menyebut perlu adanya penerapan teologi kerukunan.

"Teologi kerukunan itu narasi-narasinya juga tidak boleh dalam menyampaikan paham keagamaan yang menimbulkan konflik, harus dijaga; bukan saja di negara kita, tapi juga di negara lain," jelasnya.

Ma'ruf Amin menyebut Pemerintah Indonesia sudah berusaha untuk menjaga agar tidak terjadi konflik dari sikap-sikap menodai agama apa pun.

"Kita cegah penodaan agama itu. Harus kita beri sanksi supaya tidak terjadi dan menimbulkan konflik," tegasnya.

Dia berharap kejadian seperti di Swedia dan Belanda itu tidak berdampak pada kerukunan masyarakat Indonesia.

"Kita ini bangsa paling toleran di dunia ini, dianggapnya. Karena itu, kita harap apa yang terjadi di Swedia atau Belanda tidak berpengaruh kepada kita. Artinya, kita sebagai bangsa sudah punya landasan, semangat, karakter yang kita bina selama ini sebagai bangsa toleran. Jangan sampai ada unsur-unsur intoleran masuk ke sini," ujar Wapres Ma'ruf Amin.

Sebelumnya, Sabtu (21/1), terjadi pembakaran salinan Al Quran oleh kelompok ekstrem sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia.

Dalam menjalankan aksinya, Paludan mendapat perlindungan dari polisi dan izin dari Pemerintah Swedia. Pemerintah Swedia mengizinkan aksi pembakaran Al Quran itu karena menilai tindakan tersebut sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Kemudian, Minggu (21/1), seorang politikus sayap kanan Belanda dan pemimpin kelompok Islamofobia Pegida Edwin Wagensveld merobek sejumlah halaman Al Quran di Den Haag. Video Wagensveld di Twitter menunjukkan ia sedang membakar sobekan halaman kitab itu di dalam panci.

Insiden penistaan terhadap Al Quran di dua negara Eropa itu memicu kecaman dari berbagai umat Islam di dunia.

Organisasi keagamaan Al-Azhar Mesir, Rabu (25/1), bahkan menyerukan pemboikotan produk Belanda dan Swedia di tengah kemarahan atas penistaan terhadap kitab suci Al Quran. Al-Azhar meminta semua orang Arab dan muslim untuk mematuhi instruksi pemboikotan itu serta mendidik anak-anak, remaja, dan perempuan muslim tentang hal itu.

Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Swedia sebaiknya tidak mengharapkan restu dari Turki untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) jika mereka tidak menunjukkan rasa hormat kepada umat Islam.