Konsumsi Rumah Tangga Tetap Kuat dan Investasi Bakal Menggeliat, Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada 2023 Masih di Jalur Positif

JAKARTA - Centre of Reform Economics CORE menyebutkan Indonesia memiliki kemampuan untuk terus mengakselerasi pemulihan perekonomian. CORE memproyeksikan ekonomi nasional di tahun 2023 mampu tumbuh 4,5 hingga 5 persen.

Adapun proyeksi tersebut lebih rendah dari yang dipasang oleh pemerintah. Dimana pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 sebesar 5,3 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2023 tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan outlook perekonomian global.

Direktur Eksekutif CORE M. Faisal mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan akan berada di jalur yang positif. Bahkan, pertumbuhan ekonomi juga akan dibarengi dengan peningkatan investasi.

"Pada 2023, kita prediksikan sudah kembali ke kondisi pra-pandemi, di mana investasi kembali ke nomor dua dan pertumbuhan investasi di Indonesia diperkirakan tidak akan banyak terganggu tekanan ekonomi global," katanya di Jakarta, Rabu, 7 Desember.

Selain itu, kata Faisal, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap kuat, angka inflasi menurun dan menariknya pada tahun depan, sejalan dengan melemahnya daya dorong ekspor, investasi kembali menjadi sumber pertumbuhan terbesar kedua bagi produk domestik bruto (PDB) nasional.

"Yang menjadi penopang ke depan itu sebetulnya tren investasi di 2023, karena satu kita perkirakan konsumsi domestik masih kuat, maka industri manufaktur sektor sekunder itu juga masih mengalami ekspansi dan artinya dari investasi masih prospektif," jelas Faisal.

Selama pandemi COVID-19, kata Faisal, khususnya sepanjang tahun 2020, industri manufaktur secara agregat terus tumbuh. Kemudian sekarang ini, dimana masyarakat mulai beraktivitas, mobilitas tinggi, maka sektor jasa akan ikut tumbuh.

"Restriksi mobilitas sudah minimal harus nya dari sektor jasa itu sudah mulai meningkat kembali pertumbuhan, artinya prospek investasi cukup baik," katanya.

Faisal menilai salah satu industri yang sudah berkembang dan akan makin moncer di tahun depan adalah industri turunan, hilirisasi barang tambang, termasuk nikel. Hal ini senada dengan tren dunia menuju kendaraan hijau, dan juga geliat pemerintah indonesia dalam produksi mobil listrik (EV).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pihaknya akan mempercepat berbagai perizinan investasi serta pengembangan ekosistem hulu dan hilir dari Electric Vehicle (EV).

Mulai dari baterai hingga industri otomotif berbasis EV, perencanaan roda empat atau roda dua, perencanaan ekosistem, maupun insentif yang perlu diberikan.

"Karena itu, terkait dengan ekosistem ini diminta untuk mendalami berbagai komoditas baik itu bauksit, alumunium, maupun nikel beserta integrasi ekosistemnya dalam bentuk EV baterai yang tentu membutuhkan nikel, cobalt, mangan, dan komoditas lain," tuturnya.

Target Pertumbuhan 5,3 Persen Masih Realistis

Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam menilai pemerintah masih realistis ketika memasang proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,3 persen.

"Menurut saya realistis," kata Piter.

Piter mengungkapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 berada di rentang 4,8-5,3 persen. Sehingga ketika pemerintah memasang proyeksi pertumbuhan di angka 5,3 persen, hal itu masih bisa diterima.

"Saya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 ada di kisaran 4,8-5,3 persen. Jadi kalau pemerintah memproyeksikan 5,3 persen itu adalah angka optimistis tetapi masih realistis," ucapnya.

Menurut Piter, kondisi ekonomi Indonesia berbeda dengan banyak negara lain. Hal ini karena Indonesia lebih mengandalkan konsumsi domestik sebagai penopang utama perekonomian.

"Karena memang kondisi Indonesia berbeda dengan kondisi global. Perekonomian Indonesia lebih didukung oleh konsumsi domestik," ujarnya.

Sedangkan ketika ekonomi global tengah suram dan harga komoditas cenderung naik, kata Piter, Indonesia cenderung mendapat keuntungan dari kenaikan harga tersebut. Hal itu yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia optimistis bisa mencapai angka 5 persen kendati perekonomian global dihantui resesi.

"Sementara di sisi lain meskipun kondisi global suram tetapi Indonesia justru mendapatkan windfall dari kenaikan harga komoditas," pungkasnya.