Ketua Komisi VII Pastikan RUU Migas Rampung Tahun Depan

BALI - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto memastikan revisi undang-undang minyak dan gas bumi (RUU Migas) bakal disahkan tahun depan. Sugeng mengatakan sejumlah persiapan seperti dokumen akademis sudah dikantonginya.

Lebih lanjut, Sugeng mengaku sudah mendorong pembahasan RUU Migas ini lebih cepat di ruang parlemen. Dengan begitu, dia menjanjikan aturan hukum mengenai sektor migas di Indonesia ini rampung dalam waktu dekat.

"Saya pastikan 2023 tuntas UU Migas, saya kira itu," ujarnya disela-sela 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022, di BNDCC, Nusa Dua, Bali, Rabu 23 November.

Terkait dengan urgensi RUU Migas, Sugeng menjelaskan bahwa posisinya adalah untuk menggantikan undang-undang yang sebelumnya soal migas. Sementara, beberapa pasal dalam aturan sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Aturan itu adalah UU Nomor 22 Tahun 2001.

Dengan adanya revisi ini, kata Sugeng, diharapkan mampu mengakomodir segala kepentingan dan kepastian hukum industri migas di Indonesia. Termasuk juga mampu mendorong banyaknya investor yang menanamkan modal kedepannya.

"Pokoknya akan segera masuk (pembahasan di parlemen) karena naskah akademiknya sudah kita siapkan kok. Karena kita tahu meskipun ada UU Omnibus Law kan perlu juga menyangkut kekhususan maka perlunya UU Migas secepatnya," tuturnya.

Selain menggenjot revisi UU Migas, Sugeng mengaku juga tengah mendorong pembahasan mengenai RUU Energi Baru Terbarukan (EBT). Kedua aturan ini disinyalir sebagai landasan hukum untuk investasi di sektor hulu migas seiring dengan komitmen transisi energi.

Menanggapi soal RUU Migas yang ditargetkan rampung tahun depan, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto berharap aturan baru tersebut mengakomodir isu energi terbarukan. Sebab, Indonesia sudah tidak bisa lepas dari tuntutan para investor untuk melaksanakan kegiatan investasi dan reduksi CO2.

Tak hanya itu, Dwi menilai juga harus mengakomodir mengenai isu non konvensional migas. Sebab, sudah harus berada dengan operasional di konvensional migas, tapi butuh payung hukum.

"Kalau sekarang masih sangat mengacu pada kegiatan konvensional migas, padahal kegiatan sudah berbeda;" jelasnya.