Semua Warga Prancis yang ada di Iran Diminta Pulang
JAKARTA - Prancis mendesak semua warganya yang ada di Iran untuk segera meninggalkan negara itu. Prancis khawatir warganya bisa mendapat risiko tinggi untuk ditangkap.
"Warga Prancis yang berkunjung, termasuk yang memiliki kewarganegaraan ganda, menghadapi risiko tinggi penangkapan, penahanan sewenang-wenang, dan persidangan yang tidak adil," kata kementerian luar negeri Prancis di lamannya seperti dikutip dari Antara, Sabtu 8 Oktober.
Prancis memang sudah mengecam Iran atas "praktik-praktik kediktatoran" serta penahanan yang dialami dua warga negaranya.
Penahanan itu dilakukan Iran setelah kedua warga Prancis itu dalam sebuah video yang disiarkan pada hari Kamis (6/10) terlihat mengaku melakukan pemata-mataan.
Penahanan juga terjadi di tengah kerusuhan, yang sudah berjalan berminggu-minggu dan dituding pemerintah Teheran ada kaitannya dengan musuh-musuh dari negara asing.
Kemenlu Prancis sebelumnya pada hari Jumat mendesak Iran untuk segera membebaskan kedua warganya.
Baca juga:
- Khamenei Pasang Badan untuk Pasukan Keamanan Iran Tangani Protes Kematian Amini, Presiden Biden: Kami akan Minta Pertanggungjawaban
- Demonstrasi Imbas Kematian Mahsa Amini Makin Meluas, 397 WNI di Iran Diimbau Tak Ikut Serta
- Sebut Kerusuhan Protes Kematian Mahsa Amini Diprovokasi Musuh Iran, Ayatollah Ali Khamenei Dukung Pasukan Keamanan
- Bukan Pukulan di Kepala dan Badan, Ini Penyebab Kematian Mahsa Amini Menurut Koroner Iran
Iran sedang menghadapi gelombang unjuk rasa besar-besaran. Aksi ini dipicu kematian Mahsa Amini, perempuan yang meninggal dunia usai ditahan polisi moral atas pelanggaran aturan hijab.
Demonstrasi bukan hanya terjadi di Ibu Kota Teheran tetapi sudah meluas ke provinsi lain di Iran. Demonstrasi untuk merespons kematian Mahsa Amini berkembang menjadi bentrokan antara para pengunjuk rasa dengan polisi antihuru-hara dan pasukan keamanan Iran.
Perempuan berusia 22 tahun asal kota Kurdi Saqez itu ditangkap polisi moral pada 13 September di Teheran lantaran dianggap berpakaian tak pantas.
Amini meninggal di rumah sakit tiga hari setelah mengalami koma. Kematiannya memicu aksi protes besar-besaran pertama dari kubu oposisi sejak otoritas menindas demonstran yang menentang kenaikan harga bensin pada 2019.
Sementara jumlah korban tewas bertambah dan pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan --dan bahkan di sejumlah kasus menggunakan peluru tajam, video yang diunggah di media sosial menunjukkan massa menyerukan agar lembaga ulama bubar.
Bentrokan terjadi di Tehran, Tabriz, Karaj, Qom, Yazd, dan di banyak kota lainnya