Tersangka Penyerangan Kantor Charlie Hebdo Positif COVID-19, Sidang Ditunda

JAKARTA - Tersangka utama penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo pada 2015 lalu terjangkit COVID-19. Hal tersebut membuat pengadilan menangguhkan jalannya sidang yang telah digelar pada 2 September.

Mengutip France24, Senin 2 November, tersangka bernama Ali Riza Polat dituduh telah membantu melakukan penyerangan terhadap 12 orang di kantor majalah satire Charlie Hebdo pada 2015. Polat mendapat tuduhan paling serius di antara tersangka lainnya. Bila terbukti bersalah, ia bisa didakwa hukuman penjara seumur hidup.

Pria berusia 35 tahun itu dilaporkan mengalami muntah-muntah sebelum diperiksa oleh dokter. Setelah dicek, ia mengidap COVID-19 dan membuat hakim menunda pengadilan. 

Sementara itu, 10 orang rekannya yang terlibat juga diwajibkan melakukan tes COVID-19. Sidang baru bisa dimulai setelah hasil tes kesehatan mereka keluar, kata Hakim Ketua Regis de Jorna. 

Tadinya, pengacara pembela akan mengajukan pembelaan pada 6, 9, 10 dan 11 November dengan putusan diharapkan pada 13 November. Namun karena tersangka yang terjangkit COVID-19, dipastikan semua jadwal tersebut akan diundur.

Total pelaku penyerangan Charlie Hebdo pada 2015 ada 14 orang. Mereka diadili di pengadilan khusus terorisme atas dukungannya terhadap trio ekstrimis yang menyerang kantor Charlie Hebdo pada Januari 2015. 

Dua orang yang memiliki senjata mendatangi kantor Charlie Hebdo. Sementara seorang lainnya melakukan penyerangan terhadap seorang polisi wanita dan empat orang di supermarket Yahudi. 

Akibat serangan yang berlangsung selama tiga hari itu, 17 orang yang tewas. Ketiga pelaku telah ditembak mati oleh polisi. 

Siapa Polat?

Digambarkan sebagai "tangan kanan" Amedy Coulibaly, Polat lahir di Istanbul tetapi pindah ke Prancis ketika dia berusia tiga tahun. Seperti Coulibaly, Polat dibesarkan di kota Grande Borne di Grigny, pinggiran kota Paris.

Polat dianggap sebagai penghubung utama selama serangan dan memegang kunci penyediaan senjata. Polat sempat hendak kabur ke negara lain tetapi usaha pelarian tersebut gagal. 

Sementara itu pada Jumat 30 Oktober Prancis memulai kuncitara kedua hanya dalam tujuh bulan dalam upaya nasional untuk mengekang lonjakan baru kasus COVId-19 di negara itu. Tetapi dengan pelajaran yang didapat dari kuncitara pertama, pemerintah telah membuat beberapa perubahan signifikan pada aturan kuncitara kali ini. 

Kuncitara diperkirakan akan berlangsung hingga setidaknya 1 Desember. Kasus COVID-19 di Prancis berjumlah hampir 1,3 juta sejak dimulainya pandemi.