Kolaborasi Multi-Pihak dari Produksi ke Konsumsi Menuju Praktik Sawit Berkelanjutan
JAKARTA - Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas terpenting bagi Indonesia karena penggunaannya sebagai bahan baku di berbagai macam industri seperti produk pangan, kecantikan, industri oleokimia, dan biodiesel.
Terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak kelapa sawit pada akhir tahun 2021 lalu, memperlihatkan implikasi yang sangat luas atas rantai pasok komoditas kelapa sawit di Indonesia.
Kelangkaan tersebut diduga karena turunnya produksi minyak nabati global yang berujung kepada meningkatnya permintaan minyak kepala sawit sebagai substitusinya. Produksi CPO (Crude Palm Oil) dalam negeri tahun 2021 turun sebesar 0,31 persen.
Namun konsumsi mengalami kenaikan sekitar 6 persen dikarenakan adanya peningkatan permintaan setelah dilonggarkannya kebijakan terkait protokol COVID -19.
Kelapa sawit dikenal memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya pada luas lahan yang sama, sehingga perhatian pada proses produksi minyak kelapa sawit yang dikelola secara berkelanjutan dapat menciptakan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan kelangsungan sumber daya alamnya itu sendiri.
“Komitmen berkelanjutan perlu disesuaikan dengan kondisi terkini dalam konteks menyeluruh dimana secara praktik dapat mendorong produsen menyediakan pilihan produk dari sumber-sumber yang berkelanjutan dengan perhatian pelestarian lingkungan dilanjutkan dengan edukasi dan kampanye penggunaan produk berkelanjutan. Sehingga konsumen dapat membeli produk-produk yang sudah jelas asal usulnya melalui verifikasi dan sertifikasi,” ujar Acting CEO WWF Indonesia, Aditya Bayunanda dalam keterangan tertulis, Jumat, 24 Juni.
Forum diskusi di antara perwakilan dunia usaha, asosiasi, dan organisasi masyarakat sipil, diselenggarakan oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) dan WWF Indonesia sebagai bagian dari program Green Lifestyle.
Tujuannya mendorong kolaborasi dan kontribusi para pemangku kepentingan mewujudkan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Peningkatan permintaan CPO dalam negeri perlu diimbangi dengan perhatian terhadap aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) guna memastikan pengelolaan yang berkelanjutan terutama dari sisi produksi.
Sementara itu, M. Windrawan Inantha dari Roundtable on Sustainable Palm Oil / RSPO mengatakan, “kami melihat bahwa dalam membentuk pasar untuk suatu produk berkelanjutan atau sustainable product, dengan mempertemukan kebutuhan dan permintaan, merupakan suatu tanggung jawab bersama dari sisi produsen dan konsumen. RSPO memberikan kemudahan penelusuran atas produk kelapa sawit melalui sertifikasi pada rantai pasok sawit dari hulu sampai ke hilir,” katanya.
Penerapan praktik sawit berkelanjutan di Indonesia sejalan dengan presidensi G20 Indonesia yang mendorong investasi berkelanjutan sebagai salah satu agenda prioritas untuk mendorong bisnis memiliki tata kelola yang berkelanjutan dalam setiap lini operasi perusahaan.
Sedangkan Arya Kusumo dari PT Lion Super Indo menyatakan dukungan atas upaya ini.
“Kami melihat bahwa penerapan praktik berkelanjutan merupakan suatu hal yang luas dan dinamis, namun kami berupaya belajar dan menjadi bagian dalam proses perubahan menuju produksi yang baik yang didukung dalam kolaborasi ekosistem yang memiliki tujuan yang sama,” sambungnya.
Perhatian pada produk sawit berkelanjutan juga mulai diperlihatkan oleh sektor jasa dan penginapan.
“Kami membuka diri untuk terus berupaya mencari produk amenities hotel yang menggunakan produk sawit berkelanjutan dan secara umum kami juga berupaya menerapkan komitmen keberlanjutan pada kegiatan operasional hotel,” ujar Kartika Aryani dari Alila Hotel Solo.
Pengadaan produk berkelanjutan sendiri juga sudah mendapatkan perhatian dari pelaku UMKM.
“Pembeli dari produk makanan minuman kami belajar mengenali asal usul produk yang mereka konsumsi, terutama dihasilkan dari sesuatu yang baik seperti organik, tidak merusak lingkungan dan lainnya. Sangat memungkinkan jika kedepannya pelanggan kami juga belajar mengenai makanan yang mereka konsumsi berasal dari praktik sawit yang baik,” kata Nadya Pratiwi pemilik Nasi Peda Pelangi.
Selain itu, kesadaran dari konsumen sendiri untuk menggunakan produk yang ramah terhadap lingkungan dan sosial juga semakin tinggi.
“Harapan saya sebagai perwakilan konsumen agar dapat menemukan produk-produk minyak sawit berkualitas yang tersertifikasi dan harga murah. Kemudian aksi perhatian kepada lingkungan dapat dilakukan mulai dari sendiri dan mulai berpikir atas dampak yang kita lakukan pada bumi,” kata musikus dan relawan Bumi Pertiwi, Nugie.