DPR Minta PLN Tak Hanya Sesuaikan Tarif, tapi Juga Efisiensi Operasional
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta PLN tidak hanya melakukan penyesuaian tarif listrik tetapi juga harus berani melakukan efisiensi operasional besar-besaran dalam rangka meringankan beban subsidi.
"PLN jangan hanya mengandalkan kenaikan tarif listrik pelanggan rumah tangga untuk memperbaiki kinerja layanan dan keuangannya, namun yang utama wajib untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi operasionalnya, sehingga biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN menurun," kata Mulyanto dalam keterangan di Jakarta, Rabu 15 Juni.
Menurut Mulyanto, bila hal tersebut terjadi maka bukan hanya PLN yang diuntungkan tetapi juga bagi masyarakat pelanggan listrik.
Ia menambahkan, langkah ini adalah hal strategis yang perlu mendapat perhatian dan prioritas bagi bisnis PLN ke depan.
"Salah satu yang krusial adalah penurunan surplus listrik PLN, khususnya di Jawa dan Sumatera. Dengan adanya klausul take or pay (TOP) alias 'pakai atau tidak pakai, bayar' dalam kontrak listrik, maka surplus daya listrik yang ada menjadi beban yang harus dibayar PLN," ujarnya.
Mulyanto mengingatkan bahwa semakin besar surplus listrik tersebut, maka akan semakin besar pula beban PLN.
"Ditambah lagi dengan mulai beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru hasil program 35 ribu MWe, maka praktis akan menambah angka surplus listrik dan menjadi semakin menghimpit PLN," terang Mulyanto.
Untuk itu, kata dia, PLN harus berani mendesak pihak listrik swasta (Independent Power Producer) untuk mengerem bertambahnya surplus listrik dari PLTU baru.
"Hal lain yang perlu dilakukan PLN adalah efisiensi operasi PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Walaupun dari segi jumlah daya, kontribusi PLTD tidak seberapa besar, namun perannya dalam BPP listrik PLN cukup signifikan," ucapnya.
Apalagi ketika harga minyak dunia melonjak, beban dari PLTD ini ikut melonjak. Berbeda dengan PLTU, meskipun harga batubara dunia sedang tinggi, dengan berlakunya Domestic Market Obligation (DMO), harga batubara untuk PLN dipatok tetap pada harga 70 per ton dolar AS.
Baca juga:
Sebelumnya, PT PLN (Persero) menyampaikan kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik kelompok rumah tangga dengan daya 3.500 volt ampere (VA) dan pemerintah berdaya 6.600 VA-200 kilo volt ampere (kVA) merupakan upaya mewujudkan tarif listrik yang berkeadilan.
Menurut PLN, selama ini pemerintah memberi subsidi dan kompensasi kepada seluruh golongan tarif, sementara bantuan itu seharusnya diberikan kepada kelompok masyarakat yang berhak, yaitu mereka yang kurang mampu.
"Penerapan kompensasi dikembalikan pada filosofi bantuan pemerintah, yaitu ditujukan bagi keluarga tidak mampu. Ini bukan kenaikan tarif. Ini adalah adjustment (penyesuaian), yaitu bantuan atau kompensasi harus diterima keluarga yang memang berhak menerimanya," kata Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo.
Ia menjelaskan penyesuaian itu merupakan upaya pemerintah menyalurkan subsidi dan kompensasi sesuai peruntukannya sehingga ada tarif listrik yang berkeadilan.
Darmawan lanjut menyampaikan sejak 2017 tidak ada kenaikan tarif listrik untuk seluruh golongan tarif pelanggan.
Demi menjaga itu, pemerintah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp243,3 triliun dan kompensasi Rp94,17 triliun sejak 2017 sampai dengan 2021.
Namun, selama kurun waktu itu, kelompok masyarakat mampu, yaitu pelanggan rumah tangga golongan 3.500 VA ke atas juga menerima bantuan pemerintah tersebut.
Setidaknya, total kompensasi untuk kategori pelanggan mampu pada periode 2017–2021 mencapai Rp4 triliun.
"Pada tahun ini, kita menghadapi gejolak global yang mengakibatkan kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 1 dolar AS berakibat kenaikan BPP Rp500 miliar sehingga pada 2022 diproyeksikan pemerintah menyiapkan kompensasi sebesar Rp65,9 triliun," kata Darmawan.