Presiden Nigeria Turun Unjuk Rasa Menentang Represi Polisi terhadap Pengunjuk Rasa

JAKARTA - Presiden Nigeria Muhammadu Buhari turun dalam unjuk rasa menentang aksi represif kepolisian terhadap pengunjuk rasa. Ia juga berjanji mereformasi institusi kepolisian di negaranya.

Hal itu diungkap oleh sang presiden karena kebrutalan yang dilakukan anggota polisi terhadap para pengunjuk rasa anti-kepolisian.

Melansir Reuters, Selasa, 13 Oktober, tindak kekerasan anggota kepolisian Nigeria mulai mencuat ke khalayak setelah gambar seorang pengunjuk rasa yang tewas di unggah ke media sosial. Sontak, hal itu memancing orang-orang turun ke jalan menuntut institusi kepolisian di reformasi sejak minggu lalu.

Aksi yang dilakukan oleh warga Nigeria dibalas dengan tindakan represif anggota kepolisian. Bahkan, banyak di antara warga menyebutkan petugas polisi menggunakan peluru tajam untuk membubarkan pengunjuk rasa di distrik Surulere, Lagos.

Atas kejadian itu, Buhari menjanjikan kepada rakyat Nigeria akan mereformasi institusi kepolisian secepatnya. “Keprihatinan dan kegelisahan yang tulus oleh orang-orang Nigeria tentang penggunaan kekuatan yang berlebihan. Dan dalam beberapa kasus pembunuhan di luar hukum dan perilaku yang salah dari orang-orang dari Kepolisian Nigeria."

Buhari pun menambahkan anggota kepolisian yang melakukan kekerasan adalah teluk busuk yang mencoreng seisi Nigeria. Tak cukup dengan memberikan keterangan, Buhari lewat ajudannya, Tolu Ogunlesi, turut meyakini warga Nigeria bahwa pelaku penembakan akan diadili seadil-adilnya.

"Tidak ada alasan untuk menembak apa pun pada pengunjuk rasa damai. Pihak berwenang harus menemukan para penembak dan membuat mereka menghadapi pengadilan,” kicau Ogunlesi lewat Twitter.

Sebelumnya, pada hari Minggu, 11 Oktober, empunya kekuasaan lebih dulu mengumumkan akan membubarkan unit pasukan khusus anti perampokan, yang dikenal sebagai SARS. Menurut pemerintah, SARS merupakan unit yang paling bermasalah karena disinyalir menjadi unit yang sering memukuli dan memeras warga Nigeria.

Akan tetapi, kelompok Hak Asasi Manusia setempat tak yakin bahwa reformasi dan pembubaran SARS dapat dilakukan oleh pemerintah. Sebab, janji yang sama telah digaungkan sedari tahun-tahun yang lalu. Sayangnya, tidak ada tindakan nyata yang dilakukan hingga hari ini.

“Kami tidak jatuh untuk kebohongan yang sama. Kami memerlukan jadwal kapan mereka akan menyerahkan lencana, senjata, dan seragam mereka,” kata salah seorang kelompok HAM, Akunna Nwaogwugwu.