Eksklusif Sandhy Sondoro Semangat Menyambut Perhelatan Musik Usai Pandemi
JAKARTA - Pandemi COVID-19 mulai terkendali di Indonesia. Pemerintah membuka kran untuk masyarakat beraktivitas bebas dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Salah satu yang paling dinantikan penggemar musik adalah izin membuat konser, Sandhy Sondoro pun antusias menantikannya.
"Antusias banget, bukan cuma saya, tapi saya rasa tiap musisi merindukan momen bisa ketemu langsung sama pe tiap kita berinteraksi dengan manusia nyata ya langsung ada suaranya “Woi” suaranya kayak gitu dari situ walaupun banyak orangnya, virtual pun beda. Gak cuma di virtual ya, di dunia maya ya ini dunia nyata gitu. Setelah dua setengah tahun mungkin bisa gini lagi ya Alhamdulillah masih bareng. Luar biasa sih. Bersyukur banget sih bisa bareng," ujar Sandhy Sondoro saat betandang ke kantor VOI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin, 25 April.
Penyanyi lagu Malam Biru itu mengaku sangat menantikan kesempatan tampil kembali di atas panggung. Sebagai pemanasan, Sandhy menjadi bintang tamu konser terbatas dengan konsep unik 1,2 km di bawah tanah di Tembagapura, Mimika, Papua beberapa waktu lalu.
"Sebagai musisi gak cuma saya, semua teman-teman pasti juga apalagi yang Freeport ulang tahun PT Freeport Indonesia, kita dikasih kesempatan untuk menghibur orang-orang pekerja staf Freeport Indonesia. Kita juga perform di 1,2 km sebenarnya kita itu masuk ke dalam gunung jadi yang kita tahu tentang yang terkenal banget itu ya kita di bawahnya itu," kenangnya.
-
Baginya, pengalaman itu menjadi sumber inspirasi sekaligus persiapan kembali tampil di konser secara langsung. "Itu salah satu pengalaman yang healing dalam saya berkarier dan untuk bisa masuk ke situ juga kita sebelumnya harus check up kesehatan dan ada satu dari tim kita yang enggak bisa masuk karena pas di check up tekanan darahnya tinggi. Saya kan enggak ada apa apa ya Alhamdulillah sehat," ucapnya.
Rupanya untuk masuk ke dasar tanah tersebut harus melalui pemeriksaan kesehatan yang ketat. "Begitu kita masuk ke lokasinya saya bilang saya nungguin apa yang kira-kira akan terjadi nih sesak nafas nih apa gimana tapi ya Alhamdulillah saya enggak apa-apa biasa aja sih saya enggak ada masalah. Kalau yang darah tinggi memang bisa mimisan keluar darah dari kuping dan telinga," katanya.
Sandhy bukan cuma konser biasa, konser tersebut tercatat sebagai konser dengan lokasi paling dasar di bawah tanah dalam rekor MURI. "Bersyukur banget bisa perform di situ," terangnya.
Sandhy mengaku puas dengan pencapaian hidupnya saat ini. Dia ingin menikmati mimpi-mimpi lama yang kini sudah tercapai.
"Saya percaya bahwa saya sudah menjalani hidup sebagai musisi yang mana bahasa Inggrisnya 'I am live in my dream'. Artinya saya hidup di mimpi saya dan jadi begini dan karena saya ikuti kata hati saya," jelasnya.
Sandhy menjelaskan tak mudah awalnya mengikuti kata hati untuk menjadi musisi. Sebagai arsitek, dia melawan kemampuan dasarnya. Memilih menjadi pengamen jalanan di Jerman, kini Sandhy memetik buah tekadnya.
"Awalnya saya kere gitu ya. Mau jadi musisi harus berani berkorban aduh kalau gue enggak punya duit gimana dong musisi ya gak punya duit tapi saya mengikuti kata hati saya dan saya percaya bahwa bilamana saya mengikuti kata hati saya dalam kehidupan nantinya bakal ada reward-nya hal banyak hal yang ajaib deh," katanya.
Hadiah apa saja yang terlah dicapai Sandhy? "Saya bisa bernyanyi dengan David Foster, saya bisa ke Moscow, saya bisa ke Kazakhstan, saya bisa ke Los Angeles, saya bisa ke Hollywood saya main sama Dianne Warren dan diliput di acara Jazz TV di Amerika terus di Rusia saya bisa dapat Grammy dan Kremlin. Yang mana kita kenal kan dulu pas saya kecil taunya Amerika itu perang sama Rusia terus agen rahasianya AGP dari Kremlin. Kita di situ tuh," katanya dengan bangga.
"Jadi ya awalnya memang merana gitu tapi kesuksesan tanpa pengorbanan yang tadinya kita merana dulu itu ya kesuksesan hakiki ya," imbuhnya.
Baca juga:
Sebagai keturunan Asia bermata sipit, kehadiran Sandhy sebagai pengamen di Jerman jelas terlihat asing. Tapi dia tak mau menyerah. Dia yakin bisa mencapai mimpi menjadi musisi yang berhasil.
"Yang paling merana saya orang asing kan, mata sipit, orang Asia Timur beda banget sama orang sekarang. Saya ngamen sambil saya ngejar mimpi saya, saya main juga di kafe, main kadang di event event musik yang ada panggung segala macem tapi mainly itu saya banyak main di MRT atau di bus kota. Saya dulu itu pengamen jalanan di bus kota," kenangnya.
Pengalaman Mengamen di Jerman Membuat Kuat
Layaknya pengamen di Indonesia, Sandhy Sondoro juga pernah merasakan sensasi dikejar petugas ketika sedang mengamen. "Di sana main di bis gak boleh main cuma di MRT boleh-boleh tapi sesuai dengan peraturan tidak diperbolehkan cuman ya saya kucing-kucingan sama security sana," paparnya.
Di Jerman, lanjutnya, tidak banyak kafe yang menyediakan panggung untuk live music saat itu. Tapi Sandhy berusaha terus bertahan meskipun event untuk unjuk gigi sangat jarang.
"Waktu itu mereka gak terlalu into live music gitu jadi mereka event event kayak gitu cuman sebulan sekali ada, seminggu sekali ada dan yang main sebulan dua kali. Dan saya ngamen di sana itu sama seperti kalian melihat ada orang bule ngamen di sini, kan saya orang bule di sana, saya beda banget nih rasanya nah saya sama seperti kalian yang mendorong bule dari Amerika nih. Bule banget nih tiba tiba main di MRT. Bule gembel ngapain nih, lo gak pulang aja lo - saya seperti itu," kenangnya.
12 tahun ngamen membuat Sandhy mantap bermusik. Jiwanya tak goyang apapun kondisi yang dihadapinya. Kerja keras tak akan menghianati hasil, itulah yang disampaikan Sandhy jika ada musisi muda yang ingin meniti karir musik.
"Kalau ada orang yang “Mas Sandhy saya pengen dong kayak mas Sandhy” ya saya jelaskan 12 tahun mengamen dulu di MRT Jerman. Harus tahan banding, siap kere, memang gitu. Kalau nggak mau susah, enggak usah nanya, itu jalan gua," paparnya.
Baginya, Jerman adalah rumah kedua. Sandhy pun meneruskan karirnya di sana seiring perjalanan karirnya di Indonesia yang melesat. Pengalaman hidup membuatnya tak bisa meninggalkan Jerman begitu saja.
"Saya sekolah di Jerman itu orang ngira kalau sekolah di Jerman itu kan orang kaya ya bapak ibunya kayak semua. Enggak, kita bapak saya orang menengah menjurus ke bawah malah tapi karena kemauan saya makanya dimana ada kemauan pasti ada jalan sih," jelasnya.
Dia merasa beruntung karena di pemerintah Jerman memberi subsidi yang besar buat pendidikan. Sandhy akhirnya bisa menyelesaikan kuliah sebagai arsitek selain menjajaki karir musik.
Meski begitu, Sandhy merasa kemampuan bermusik lebih mendominasi dari kemampuannya sebagai arsitek. "Kalau di arsitektur saya belum bisa membuat karya yang seperti misalnya seniman arsitek yang udah punya warna sendiri. Frank Gehry katakanlah. Dia punya karya ya ini Frank Gehry. Tapi di musik pun saya gak berusaha bikin gaya sendiri karena saya melanjutkan yang udah ada aja gitu. Bukan juga saya merasa pelopor gitu ya enggak juga," paparnya.
Sepanjang karirnya, Sandhy Sondoro mengaku banyak mendapat kesempatan yang berkesan hingga tak bisa disebutkan satu persatu. Tapi, ada satu lagu yang paling berkesan baginya.
"Paling berkesan? Banyak sih. Ada lagunya orangnya gak terlalu banyak dengerin pertama ini bahasa Inggris dan tipenya bukan musik yang disuka orang sini. Bahkan di jerman, perempuan suka lagu itu. Judulnya Down on the Streets karena kisah saya saya hidup di jalanan from the streets. Saya menyadari saya dari jalan dari pengamen jalanan dari MRT terutama di Hamburg," tegasnya.
Ke depan, dia masih menyimpam mimpi duet dengan musisi favoritnya. "Duet sama Lenny Kravitz sama Stevie Wonder sama Rod Stewart. Kalau dari orang sini Indonesia nya yang mungkin belum pernah itu sama mas Iwan Fals. Oh kita rencana nih mau rilis single sama mas Dwiki Dharmawan. Mas Indra Lesmana nanti september saya akan ikut dan mudah mudahan saya bisa ikut konser mas Indra Lesmana di Jakarta atau Bali," harapnya.
Terbaru, perjalanan karir Sandhy yang disyukurinya adalah menjadi salah satu juti di acara All Tohether Now di Inggris. "Ada 6 episode kalo gak salah jadi acara itu franchise dari United Kingdom dan diselenggarakan di beberapa negara juga kalo gak salah di Malaysia ada juga. Indonesia belum ada," paparnya.
"Jurinya 100 tapi harus ikut jadi permainannya seperti ini 1 episode 12 peserta itu habis ada pemenangnya dapat 10 ribu Euro episode berikutnya ada pemenang lagi. Ada 6 pemenang dan di sini terus kita menutup harus gini begitu. Kamu bagus apa enggak," kata Sandhy Sondoro.
Shandy Sondoro kembali mengenang masa-masa ngamen karena menjadi juri paling berbeda dibanding dengan juri lainnya. "Saya satu-satunya juri dari Asia yang bermata sipit. Jadi ada kebanggaan bisa bergabung di acara ini," jelasnya.