PMI Manufaktur Lampaui China dan Rusia, Menperin Tegaskan Penyerapan Produk Lokal dan Hilirisasi
JAKARTA - Produktivitas pada sektor industri manufaktur masih terus bergeliat seiring dengan permintaan baru di pasar yang juga kian meningkat. Fase ekspansi ini berdasarkan hasil survei S&P Global melalui data Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2022 yang berada di level 51,9 atau naik dibanding bulan Maret yang mencapai posisi 51,3.
“Bersama dengan penguatan terhadap kontribusi ekspor, peningkatan PMI manufaktur ini juga diyakini dapat mendukung solidnya kinerja pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II tahun 2022,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya, Kamis 5 Mei.
Agus menjelaskan, merujuk laporan S&P Global, sektor industri manufaktur di Indonesia masih menujukkan ekspansi dengan laju lebih cepat pada bulan April. Hal ini mengakselerasi perbaikan pada kondisi ekonomi sekaligus mendorong kenaikan jumlah tenaga kerja dan aktivitas pembelian.
“Jadi, hasil PMI ini mewakili perbaikan kondisi bisnis seluruh sektor manufaktur di Indonesia selama delapan bulan berturut-turut, dengan tingkat perbaikannya yang tercepat sejak bulan Januari lalu,” ungkapnya.
Bahkan, secara umum, para pelaku usaha industri manufaktur di Indonesia masih optimistis dengan laju ekspansi pada periode selanjutnya. Hal ini ditopang pula dengan penguatan konsumsi masyarakat serta permintaan ekspor, yang diharapkan tetap berada pada tren positif dalam beberapa waktu ke depan.
“Keberlanjutan pada peningkatkan kapasitas produksi di sektor industri manufaktur diharapkan dapat terus terjaga, karena didukung oleh penguatan permintaan pada bulan Ramadan dan hari raya Idulfitri yang sejalan dengan kebijakan cuti bersama dan mudik Lebaran,” papar Agus.
Baca juga:
Menperin menambahkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, belanja barang modal dan jasa harus diarahkan kepada produk dalam negeri. Potensi belanja barang dan modal serta jasa di pemerintah pusat sebesar Rp526 triliun, sedangkan di pemerintah daerah Rp535 triliun.
“Artinya, total lebih dari Rp1.000 triliun. Sedangkan, anggaran di BUMN Rp420 triliun. Semua angka itu sangat besar sekali, yang perlu dipacu untuk pembelian produk-produk dalam negeri sehingga industri kita dapat tumbuh dan berkembang. Jadi, jangan lagi hilangkan atau kurangi sebanyak-banyaknya untuk pembelian produk impor,” paparnya.
Agus menyebut, percepat proses hilirisasi industri yang dilakukan di dalam negeri. Daerah-daerah yang memiliki sumber daya mineral, didorong agar mereka segera membangun smelter.
“Selain itu, daerah-daerah yang memproduksi cokelat atau kopi misalnya, didorong agar meningkatkan nilai tambahnya melalui hilirisasi industri karena akan juga dapat membuka lapangan pekerjaan yang besar,” imbuhnya.
Menanggapi hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada April, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director IHS Markit mengatakan, perbaikan kondisi perekonomian Indonesia terlihat dari kenaikan permintaan dan produksi di sektor manufaktur yang semakin kuat.
“Selain itu, terjadi kenaikan aktivitas pembelian, dan yang terpenting adalah ekspansi solid pada jumlah tenaga kerja yang juga terus menunjukkan kepercayaan diri dari beberapa perusahaan dalam waktu dekat,” terangnya.
PMI manufaktur Indonesia pada April mampu melewati PMI manufaktur China (46,0), Rusia (48,2), Malaysia (51,6), Taiwan (51,7), dan Vietnam (51,7).