Kasus Penipuan Arisan Online di Trenggalek Disetop dengan Keadilan Restoratif, Pelaku Janji Kembalikan Uang Korban Ratusan Juta
TRENGGALEK - Polres Trenggalek, Jawa Timur, menerapkan konsep keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus penipuan berkedok arisan daring setelah terlapor menyanggupi mengembalikan uang para pelapor.
"Penerapan keadilan restoratif ini juga atas kesepakatan para pihak yang bersengketa, dengan ditengahi kepolisian," kata Kasatreskrim Polres Trenggalek Iptu Agus Salim dikutip Antara, Kamis, 28 April.
Dengan adanya kesepakatan damai melalui pendekatan keadilan restoratif itu, maka kasus dugaan penipuan berkedok arisan daring tersebut dinyatakan ditutup. Para korban juga telah mencabut laporan dengan syarat pelaku mengembalikan modal yang sudah dikirimkan ke pelapor.
"Telah adanya perdamaian dari kedua belah pihak berdasarkan surat kesepakatan perdamaian dan pencabutan laporan. Sudah dipenuhi hak-hak pelapor dan tanggung jawab terlapor, (terlapor) mengakui perbuatannya, memohon maaf, berjanji tidak mengulangi, dan mengembalikan uang pelapor," katanya.
Agus Salim mengatakan terlapor EK menyatakan sanggup mengembalikan uang milik para pelapor senilai Rp202,7 juta. Dalam perkara tersebut, ada empat perempuan di Trenggalek yang menjadi korban dugaan penipuan berkedok arisan daring itu.
"Ada empat korban warga Trenggalek. Kerugian para korban berkisar Rp202,7 juta," tambahnya.
Baca juga:
Kasus tersebut bermula saat EK mengunggah ajakan arisan daring di media sosial pada 2017. Dalam unggahan itu, EK yang merupakan warga Bumi Menak Sopal menawarkan arisan dan investasi daring. Unggahan EK di media sosial itu memikat empat korban/pelapor.
Interaksi dan komunikasi pun terjadi. Para korban juga bersedia mengikuti kegiatan arisan daring sehingga dibentuk sebuah grup percakapan oleh EK di aplikasi WhatsApp.
"Setelah dimasukkan grup WhatsApp, pelaku menawarkan kepada para saksi untuk mengikuti investasi daring dengan menjanjikan akan mengembalikan modal," jelas Agus Salim.
Awalnya, kegiatan arisan dan investasi daring itu berjalan lancar. Jumlah anggota yang diikuti oleh ibu-ibu dengan berbagai latar belakang itu semakin bertambah.
Namun, baru setahun berjalan, arisan daring inisiasi EK itu mengalami kebangkrutan karena ditengarai banyak para anggota yang tidak menyetorkan uangnya. Karena uang para korban tidak kembali, maka proses hukum pun ditempuh.
"Termasuk uang para saksi tidak dikembalikan (balik modal) oleh pelaku," katanya.
Polisi mengupayakan keadilan restoratif dalam penyelesaikan kasus itu, sehingga akhirnya kedua belah pihak sepakat melakukan musyawarah dengan syarat terlapor mengembalikan modal arisan dan investasi daring.
"Kasus ini kami selesaikan melalui restorative justice setelah semua unsur persyaratan terpenuhi. Dalam kajian yang dilakukan melalui gelar perkara maupun analisa serta evaluasi, kami memastikan semua persyaratan telah terpenuhi, sehingga kami berkesimpulan perkara tersebut dapat dihentikan melalui jalur keadilan restoratif," ujarnya.