Polres Tanjung Priok Ungkap Peredaran Uang Palsu di Pasar Malam Dekat Terminal Bus Muara Angke

JAKARTA - Kepolisian Resor (Polres) Pelabuhan Tanjung Priok mengungkap adanya peredaran uang kertas palsu yang dibelanjakan, salah satunya di pasar malam dekat Terminal Bus Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara.

Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Priok, AKBP Putu Kholis Ariana, mengatakan, ada dua tersangka yang tertangkap dari hasil penelusuran peredaran uang kertas palsu oleh Polsek Kawasan Sunda Kelapa dan patroli siber personel Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Priok.

"Di sini kami bisa mengungkap pelaku pembuat maupun pelaku yang mempergunakan uang palsu untuk belanja. Uang palsu itu, ada pecahan Rp10.000, Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000," kata Putu di Jakarta Utara, dikutip dari Antara, Sabtu 26 Maret.

Tersangka pertama yaitu seorang buruh berinisial RK (25), warga Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, yang ditangkap aparat Polsek Kawasan Sunda Kelapa pada Senin 21 Maret, setelah kedapatan memakai lembaran uang palsu pecahan Rp100.000 untuk bertransaksi pakaian.

Atas perbuatannya, RK dijerat dengan pasal 36 juncto pasal 26 Undang Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, subsider pasal 244 dan pasal 245 KUHP.

Tersangka kedua adalah pria berinisial FR (21) yang ditangkap personel Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan penelusuran jejaring media sosial Facebook. "Kami bisa ungkap dari hasil patroli siber ada akun yang mengunggah uang palsu," kata Kholis.

Mendapati adanya akun penjual uang palsu, anggota Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok melakukan metode "undercover buying" atau berpura-pura sebagai pembeli dan memesan enam lembar uang palsu nominal Rp50.000 dengan harga Rp150.000.

Polisi berhasil melacak lokasi tersangka FR lewat jasa ekspedisi tempat tersangka mengirimkan uang palsunya. Saat dibekuk, FR yang berada di wilayah Tanjung Priok itu tidak dapat berkutik.

"Tersangka FR kita tangkap ketika hendak mengirimkan paket berupa uang palsu," ujar Kholis.

FR menjalankan bisnis uang palsunya sendirian dengan bermodalkan peralatan tertentu seperti alat cetak, alat pemotong, hingga kertas jenis HVS.

Dari penangkapan itu, polisi menyita barang bukti puluhan lembar uang palsu pecahan Rp 10.000, Rp 20.000, dan Rp 50.000 dari tersangka FR.

Karena perbuatannya, kini FR terjerat dengan pasal 36 juncto pasal 26 Undang Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, subsider pasal 244 dan pasal 245 KUHP.

Selain dua tersangka tersebut, Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok juga mengejar dua orang tersangka lainnya yang namanya sudah dimasukkan daftar pencarian orang (DPO).

Dua tersangka DPO itu adalah, AD, pemasok uang palsu pecahan Rp100.000 kepada RK sebanyak dua kali, serta DEA, yang sempat memasok uang palsu dengan harga satu banding tiga kepada tersangka FR.

Kepala Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok, AKP Sang Ngurah Wiratama, menjelaskan, metode satu banding tiga adalah skema transaksi di mana pembeli uang palsu harus menyetor uang asli dengan nilai sepertiga dari nominal uang palsu yang ingin dibeli.

"Jadi misalnya pembeliannya dengan harga uang Rp100 ribu uang asli, maka akan dapat Rp300 ribu uang palsu. Itu satu banding tiga," kata Wiratama.

Wiratama menambahkan, produksi uang palsu baru dilakukan ketika ada permintaan konsumen minimal Rp1 juta.

"Tapi kalau enggak ada permintaan Rp1 juta, dia enggak akan membuat atau menambah stok, meskipun bahannya siap terus," kata Wiratama.