Warkop DKI yang Pandai Menghibur dan Berani Menegur

JAKARTA - "Bodo dipiara. Kambing dipiara, bisa gemuk!" Celetukan yang tak asing di telinga itu kerap terdengar pada percakapan sehari-hari. Ejekan yang biasanya keluar saat seseorang berbuat hal ceroboh itu berasal dari penggalan film Pintar-Pintar Bodoh (1980) yang diperankan anggota Warkop DKI, Dono, Kasino, Indro. Mereka adalah grup lawak yang bukan cuma menghibur, namun berani menegur penguasa yang bertindak semena-mena.

Tak berlebihan bila menyebut Warkop DKI sebagai grup lawak legendaris. Mereka telah berdiri hampir separuh abad lalu tepatnya pada 23 September 1973. 

Warkop DKI tidak ujug-ujug hadir. Semua bermula saat lima pria melek politik, Kasino, Dono, Rudy Badil, Nanu dan Indro, membuat program di radio Prambors bertajuk "Obrolan Santai di Warung Kopi."

Banyolan Warkop Prambors punya ciri khas sendiri dengan kerap menyentil pemerintah. Hal itu ternyata banyak disukai pendengar dan melejit.

Warkop lalu mulai melebarkan sayap dengan mengisi acara-acara panggung. Ketika Warkop Prambors semakin gemilang, salah satu anggotanya yaitu Rudy Badil memilih untuk keluar. Rudy beralasan, dia demam panggung dan akhirnya memilih berprofesi sebagai wartawan. 

Sukses di atas panggung, empat anggota Warkop Prambors yang tersisa melebarkan aksinya lewat kaset rekaman dan film. Membawa lawakan dengan cerdas beserta lagu-lagu jenaka menjadi ciri khas Warkop Prambors.

Kesuksesan rekaman jenaka tersebut membawa Warkop Prambors tawaran dunia film. Film pertama yang mereka bintangi dalam bendera Warkop Prambors adalah Mana Tahan. Film yang dirilis pada 1979 itu turut menampilkan artis ternama pada masanya seperti Rahayu Effendi, Kusno Sudjarwadi, dan Elvie Sukaesih. Film tersebut sukses dan membuat Warkop Prambors banjir tawaran film-film komedi berikutnya. 

Namun di tengah karier film Warkop Prambors, Nanu tutup usia. Masih berusia muda saat itu yaitu 30 tahun, Nanu meninggal karena sakit ginjal pada 22 Maret 1983.

Warkop Prambors pun tersisa tiga orang dan terus memproduksi film dan dikenal hingga sekarang. Pada 1986, mereka memutuskan untuk mengganti nama dan menghilangkan kata Prambors, menjadi Warkop DKI.

Berani mengkritik

Ciri khas Warkop DKI yang sulit ditiru grup lawak kebanyakan adalah soal intelektualitas para anggotanya. Baik Dono, Kasino maupun Indro sama-sama pandai memadupadankan humor dengan kritik sosial politik. 

Namun pandai saja tak cukup, orang yang sanggup menyentil urusan politik sudah pasti orang yang punya nyali besar. Maklum Warkop DKI mekar di era Orde Baru (Orba) yang serba otoriter. Hampir semua lini kehidupan masyarakat Indonesia dibatasi pemerintah pada saat itu.

Mengutip buku Warkop: Main-Main jadi Bukan Main yang dilansir Tirto, Kasino sering kali berperan sebagai pemimpin. Selain pemimpin, Kasino juga menjadi kepala detektif, juga pernah memainkan karakter seorang manajer. 

“Ia juga cenderung ingin dianggap sebagai problem solver dengan ide-ide yang belakangan baru diketahui semuanya ngawur belaka. Kasino juga identik dengan karakter si tukang jahil dan doyan nyeletuk,” tertulis.

Seiring berjalanannya karier Warkop DKI, namanya mulai meredup setelah TV Swasta bermunculan. Melansir Historia, karena industri film terpuruk, akhirnya Warkop DKI teken kontrak untuk membuat sinetron. 

Namun di tengah perjalanannya, Warkop DKI harus kembali kehilangan anggota. Kasino meninggal dunia pada 18 Desember 1997 dan Dono pada 30 Desember 2001. Anggota lainnya yang punya andil dalam berdirinya Warkop DKI, Rudy Badil, meninggal pada Kamis 11 Juli 2019. Warkop DKI kini menyisakan Indro seorang. 

Meski telah ditinggal oleh beberapa personel, humor Warkop DKI tetap hidup di hati masyarakat Indonesia. Salah satu kutipannya yang bakal selalu dikenang banyak orang adalah: "Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang."