Presiden Jokowi, G-20 dan Invasi Rusia ke Ukraina
Mayoritas negara di dunia mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Bahkan beberapa sanksi dijatuhkan. Mengeluarkan Rusia dari keanggotaan Uni Eropa, menyetop impor minyak, spotify menutup kantornya di Rusia hingga berbagai macam sanksi ekonomi lain. Tidak ketinggalan di dunia olahraga. Presiden Rusia Vladimir Putin dicopot dari Presiden Kehormatan Judo Internasional. Roman Abramovich harus menjual klub sepakbola Chelsea.
Dunia terbelah. NATO, Amerika Serikat dan Uni Eropa mengecam Rusia. Belarusia dan Czechia mendukung Rusia. Sementara China tidak menunjukkan posisi menentang. China, salah satu negara dengan penduduk dan ekonomi raksasa, bersikap abstain dan menolak menggunakan kata “invasi” yang digunakan NATO dan sekutunya untuk menggambarkan serangan Rusia ke Ukraina. China melalui Menteri Luar Negeri seperti terungkap di berbagai media mendorong Amerika Serikat, NATO dan Uni Eropa melakukan dialog yang setara.
Hingga kini perundingan belum ada titik temu. Presiden Rusia Vladimir Putin maupun Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky belum ada kata sepakat. Rusia masih mensiagakan senjata nuklir. NATO mengirim pasukan. Korban dari dua belah pihak terus berjatuhan.
Dampak langsung dari invasi tersebut harga minyak dunia melonjak. Di tanah air, harga gandum juga berpotensi naik. Maklum, Ukraina merupakan salah satu dari 5 negara pengekspor gandum terbesar di dunia. Bahkan 30 persen pasokan gandum Indonesia diimpor dari Ukraina.
Di tengah kondisi ekonomi global yang belum membaik gara-gara pandemi COVID-19, perang Rusia - Ukraina sepertinya bakal membuat ekonomi dunia sulit pulih dalam waktu cepat. Sejumlah ekonom di tanah air juga berpendapat dampak perang tersebut bakal mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Presiden Jokowi sendiri sudah beberapa kali mengeluarkan pernyataan terkait invasi Rusia ke Ukraina. Di akun twitter resminya Presiden Jokowi meminta agar perang berhenti. Perang mensengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia, kata presiden Jokowi di akun twitternya.
Presiden Jokowi sebagai Ketua G20 harusnya bisa berperan besar mendamaikan konflik Rusia - Ukraina. Sebagai Ketua G20, di mana Rusia menjadi salah satu anggotanya, Presiden Jokowi minimal bisa menjadi fasilitator. Apalagi jejak hubungan Rusia (Uni Soviet) dengan Indonesia sudah terjalin puluhan tahun. Jakarta, ibukota negara Indonesia merupakan “sister city”Moscow, ibukota Rusia. Tahun lalu, di Taman Mataram, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan diresmikan patung kosmonot Uni Soviet Yuri Alekseyevich Gagarin, manusia pertama yang menjelajah angkasa di tahun 1961. Patung karya seniman Rusia AD Leonov itu menandai 70 tahun jejak hubungan diplomatik Indonesia – Rusia.
Atau kalau mau mundur kebelakang, ada banyak jejak hubungan Indonesia – Rusia (Uni Soviet). Di Menteng Raya, Jakarta Pusat terdapat Tugu Tani atau Patung Pahlawan. Monumen karya pematung tersohor Rusia Matvey Manizer dan Otto Manizer, hadiah dari pemerintah Uni Soviet yang diresmikan oleh Presiden Sukarno tahun 1963.
Tidak hanya itu, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan di Jakarta Timur dibangun atas kerja sama pemerintah Indonesia dengan Uni Soviet. Diresmikan tahun 1963 bertepatan dengan peringatan 46 tahun Revolusi Oktober 1917.
Tentu tidak bisa dilupakan Stadion Utama Gelora Bung Karno. Ide Stadion Utama GBK muncul saat Presiden Sukarno berkunjung ke Moscow dan terlaksana berkat dukungan dana maupun asistensi dari para insinyur maupun arsitek Uni Soviet berkolaborasi dengan arsitek Indonesia.
Dengan rekam jejak sejarah hubungan persahabatan panjang, Presiden Jokowi bisa mengambil peran yang lebih besar ketimbang imbauan. Apalagi Presiden Jokowi dalam kapasitas sebagai Ketua G20, kelompok yang terdiri dari 19 negara di dunia, termasuk Rusia ditambah Uni Eropa tentu punya posisi strategis. Ia diharapkan menggunakan pengaruhnya dalam konflik Rusia – Ukraina.
Momentum sebagai Ketua G20 dan posisi Indonesia sebagai tuan rumah atau Presidensi G20 yang akan digelar di Bali November 2022 harus bisa dimanfaatkan untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk menghentikan perang Rusia-Ukraina.
Jika langkah itu diambil, bukan tidak mungkin nama Indonesia akan harum. Secara personal, juga mengangkat nama Jokowi menjadi tokoh dunia dan menjawab segala kritik yang diterimanya dari oposisi.
Peran itu juga sekaligus menjalankan amanat konstitusi. Amanat UUD 1945 di mana Indonesia menganut politik bebas aktif dan menjaga perdamaian dunia. Seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4; ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Karena invasi Rusia terhadap Ukraina ini mesti diredam. Jangan sampai meluas menjadi Perang Dunia III. Dengan nuklir yang dimiliki Rusia, dan juga NATO, Amerika Serikat serta Uni Eropa rasanya kekhawatiran masyarakat dunia tidak berlebihan.