[MUSIK] Lukman Laksmana | Tentang Titik Nadir yang Nyaris Membunuhnya
Lukman Laksamana alias Luks akhirnya kembali. Setelah menghilang sekitar dua tahun, dedengkot punk rock era 2000-an ini memutuskan kembali ke dunianya: Musik. Kemarin, kami menemui Luks, menangkap keresahan yang ia rasakan selama 'pertapaan'. Di masa-masa keterpurukan, Luks bukan saja menyentuh titik paling rendah dalam hidup, tapi juga hampir menyentuh garis yang bisa saja mengakhiri hidupnya.
Kami sampai di Guitar Freaks, Fatmawati, Jakarta Selatan sekitar pukul 17.30 WIB. Saat itu, Luks sedang berdiri di tengah ruangan penuh gitar yang digantung sana-sini, dikelilingi mesin kopi dan meja-meja yang terbuat dari bangkai-bangkai amplifier. Matanya tertancap pada panggung setinggi betis di hadapannya.
Di atas panggung, rekan-rekannya di Kausa --band baru Luks-- melakukan soundcheck. Luks masih sama, ia tetap nge-lead, sebagaimana di Superglad. Telinga Luks jelas bekerja keras. Sesekali ia meneriakkan instruksi kepada soundman ataupun rekannya di atas panggung. Aura rockstar Luks masih memancar.
Kami menyapa Luks. Ia menyambut dengan pelukan. Satu lagi yang tertangkap tentang Luks, ia masih hangat. "Duduk dulu, ya. Nanti gue susul," katanya.
Tak lama, Luks menyusul kami yang mengambil posisi duduk di luar ruangan. Mantap, ia menarik satu kursi ke meja kami, mengambil sebuah topi yang kami letakkan di atas meja dan mengenakannya di kepala. "Santai, gue lagi pesan Kapal Api di luar. Gue enggak bisa (minum) kopi-kopi kafe begini," jawab dia menyambut tawaran kopi kami. Sampai detik itu, segala tentang Luks masih sama.
Saat waktu menunjukkan sekitar pukul 17.50 WIB, ia berdiri menggeser pintu yang menghubungkan kami dan panggung, lalu melempar instruksi santai ke arah panggung: Lanjut nanti lagi kali, ya. Break dulu, Maghrib! Akhirnya, di 20 menit pertama pertemuan itu, kami menangkap hal pertama yang berubah dari Luks.
Pertemuan kami dengan Luks terakhir kali terjadi pada 2013. Saat itu, Superglad menggelar konser peluncuran klip video Satu Jiwa & Satu Nyawa di Basement Cafe, Swissbell Hotel, Kemang, Jakarta Selatan. Lagu itu merupakan kolaborasi Superglad dengan Ras Muhamad. Salah satu lagu terbaik dalam album "Berandalan Ibu Kota".
Empat tahun setelah "Berandalan Ibu Kota", Superglad kembali merilis sebuah album bertajuk "Terangkan Dunia". Album itu jadi album terakhir Superglad bersama Luks, sebelum ia menghilang sepekan sebelum Superglad menggelar tur untuk album tersebut. Langkah Luks misterius, menciptakan kerepotan di kubu manajemen, sekaligus meninggalkan begitu banyak pertanyaan di kepala para penggemar musik bawah tanah.
Luks bilang, segala proses hidup yang ia alami telah mengantarnya sampai ke titik spiritual tertentu yang mendorong dia menjadi pribadi yang lebih baik. "Semua, ya. Dari awal, semua yang gue alami pada akhirnya bawa gue ke sini. Bukan cuma menghilangnya gue selama dua tahun ini saja. Hilang dua tahun ini mungkin tahap refleksi, ya. Gue berpikir tentang banyak hal, merenung," tuturnya.
"Lebih sabar saja dulu seenggaknya. Kalau dulu, gitar mati, gue udah ngomel-ngomel, muka gue udah kayak obeng, tuh. Si Coe pernah ngalamin tuh, gue lempar gitar pas gitar gue mati. Sekarang, mudah-mudahan sudah enggaklah. Kalau gitar mati, tetap disenyumin sebisanyalah," tutur Luks mengenang interaksinya dengan kru Superglad pada masa lampau.
Sepanjang pertapaannya, Luks menetap di Bandung, mendekatkan diri dengan keluarganya di sana. Meski mendapat kedamaian luar biasa, kegundahan besar sejatinya tetap menggelayuti Luks. Dengan sebuah alasan yang tak ia ungkap, ia menyebut tak mungkin kembali ke dunia musik saat itu. Segala pekerjaan ia lakoni untuk tetap hidup, termasuk menjadi runner di sebuah restoran.
"Apapun gue lakukan pada saat itu. Dari mulai bantu keluarga, kakak punya usaha gue bantuin. Atau ada bantu-bantu orang syuting buat YouTube-an, gue bantu. Ada teman punya channel YouTube, butuh kru buat pegang lampu, gue lakuin."
"Titik terendahnya adalah gue akhirnya harus jadi seorang runner untuk dapat duit. Bukan gue merendahkan runner, tapi gue pikir kok gue sampai gini-gini amat. Nah, dari situlah gue mulai memikirkan kembali karier gue di musik. Gue nge-MC di acara (tur) Slank."
Bunuh diri
Segala kekacauan dalam diri Luks sejatinya sudah dimulai jauh sebelum ia memutuskan hilang. Di tahun 2013, Luks sempat mencoba bunuh diri. Saat itu, menu kematian buat Luks adalah 16 butir obat anti-mabuk dan satu gelas cairan pembasmi serangga. Titik paling rendah dalam hidup Luks dimulai di sana, ketika ia merasa tak memiliki peluang untuk mengakhiri masalah hidup yang tak ia rinci apa itu.
"Gue merasa sudah enggak guna buat hidup. Gue hidup buat apa lagi, nih. Kayaknya sudah enggak ada jalan keluar, nih. Jalan keluar buat gue saat itu adalah 16 Antimo dan segelas Baygon. Cukup, tuh. Nyaman, kayaknya. Giting-giting juga koit."
"Saat itu ya karena gue merasa sudah hopeless. Gue merasa, menyudahi hidup gue ya jalan keluar dari masalah hidup gue. Saat itu, gue enggak melihat peluang apapun untuk menyelesaikan masalah yang gue hadapi."
Meski begitu, Luks mengaku belajar banyak dari peristiwa itu, ketika menu kematian itu ternyata tak cukup membunuh dirinya. "Dari situ justru gue merasa masih banyak mungkin yang harus gue bereskan. Gue belum selesai nih di sini. Banyak yang cuma minum seteguk Baygon saja koit kan. Tapi, gue enggak. Dan sekarang di sinilah gue. Bangkit, coy!" ungkapnya sembari mengangkat satu kepalan tangan.
Selain masalah pribadi yang tak ia tutur secara rinci, Luks juga menyebut kehilangan sang anak sebagai hal yang membuatnya terpuruk. Menurutnya, sebuah masalah di dalam keluarga membuat dirinya tak bisa menemui 'Sang Peri Kecil'. "Itu juga yang membuat gue drop. Sampai saat ini, enam sampai tujuh tahun gue enggak pernah ketemu sama anak gue."
Jalan pulang
Tur Slank ke beberapa kota betul-betul jadi jalan pulang Luks ke dunia musik. Ketika tur sampai ke Kota Palembang, Luks bertemu dengan Danar Laksana, Stage Manager dalam tur tersebut. Keduanya sepakat membentuk sebuah band heavy rock bernama Kausa. Berjalan waktu, Luks menyusun puzzle impiannya.
"Gue sudah lama pengin punya band namanya Kausa. Kausa itu artinya penyebab atas terjadinya sebuah kejadian. Gue cari-carilah gitaris. Gue pengin banget kan gitaris yang jago, yang kebut. Akhirnya, ketemu Fafa. Terakhir, baru nih Ivan, si bontot," tutur Luks memperkenalkan para personel Kausa yang bergabung dalam obrolan kami sore itu.
Kausa baru saja meluncurkan debut album berjudul Corvus Corvidae pada Maret 2019 lalu. Corvus Corvidae diambil dari nama latin burung gagak. Menurut Luks, burung gagak merepresentasikan kebiasaan berbagi kepada sesama. "Burung gagak itu kan hidupnya berbagi. Setiap ada bangkai, mereka akan memanggil kawanan untuk menikmati bangkai itu bersama-sama. Bangkai, lho!"
Album ini berisikan sepuluh trek berenergi dan penuh teriakan. Dalam album ini, Kausa menggandeng sejumlah musisi kece, mulai dari Che Cupumanik, Anggi Revenge The Fate, hingga rocker senior Eet Sjahranie yang mengisi distorsi di lagu Wacana dan Rencana. Lirik lagu ini mengkritisi wacana RUU Permusikan yang saat itu ramai jadi polemik.
Selain membentuk Kausa, Luks akhirnya mengumumkan kepulangannya ke Superglad. Lewat single berjudul Kembali, Luks menggambarkan perasaannya kembali ke grup band Ibu Kota setelah sempat vakum selama dua tahun. Dalam klip video Kembali, Superglad juga menggambarkan proses yang terjadi di dalam band.
Mulai dari pengumuman audisi vokalis baru --yang sempat mereka sebar beberapa waktu lalu sebagai strategi pemasaran-- hingga proses audisi yang menampilkan sederet nama sebagai kameo. Pada bagian selanjutnya, klip video menampilkan gambaran kembalinya Buluk dari 'persemayaman', sebelum ditutup dengan perpisahan yang disampaikan Dadi di akhir klip video.
"Sejarah baru untuk Superglad. 23 Agustus 2019 adalah lembar baru untuk Kami. Kembali, sebuah lagu yang mewakili perasaan Luks, sang vokalis yang sudah vakum selama dua tahun dari Superglad," tertulis dalam keterangan klip video yang diunggah di YouTube pada 23 Agustus 2019 lalu.
"Sayang, dalam video ini terdapat kabar buruk yang harus kita sampaikan. Dadi (Gitaris) pamit mundur dari Superglad. Selamat menikmati karya pertama kami dalam new chapter ini. Salam, Giox, Luks, Akbar.... Kami KEMBALI."
Menurut Luks, keluarga adalah alasan terbesar keluarnya Dadi dari Superglad. Dadi sejatinya sempat mengisi lagu kembali dalam sesi recording. Namun, dengan pertimbangan profesionalisme, Luks, Giox, Akbar, dan Dadi akhirnya memutuskan untuk menghapus part gitar yang diisi Dadi dan menggantinya dengan isian gitar yang di-take ulang oleh Luks.
Wawancara sore itu kami akhiri dengan menonton penuh workshop yang dilakukan Kausa bersama sejumlah gitaris. Di Guitar Freaks, Kausa akan tampil dalam sajian kolaborasi bersama para gitaris itu, mulai dari Eet, Edwin Cokelat, hingga Andre Tiranda dari Siksakubur. Penampilan yang barangkali akan sangat penting bagi Kausa dan Luks serta kisah kembalinya dia.