Rusia Lancarkan Serangan ke Ukraina, Pemerintah Indonesia Tegas Minta Hukum Internasional dan Piagam PBB Ditaati
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyatakan prihatin terkait kondisi yang terjadi di Ukraina, seiring dengan serangan Rusia terhadap kawasan Ukraina Timur, meminta agar hukum internasional ditaati dan semua pihak mengedepankan perundingan seerta diplomasi.
Dalam pernyataan sikap Pemerintah Indonesia yang disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah, ada empat poin yang disampaikan dalam keterangan pers virtual Kamis 24 Februari, sebagai berikut:
1 Prihatin atas eskalasi konflik bersenjata di wilayah Ukraina yang sangat membahayakan keselamatan rakyat serta berdampak bagi perdamaian di kawasan
2. Menegaskan agar ditaatinya hukum internasional dan Piagam PBB mengenai integritas teritorial wilayah suatu negara serta mengecam setiap tindakan yang nyata-nyata merupakan pelanggaran wilayah teritorial dan kedaulatan suatu negara
3. Menegaskan kembali agar semua pihak tetap mengedepankan perundingan dan diplomasi untuk menghentikan konflik dan mengutamakan penyelesaian damai
4. KBRI (Kedutaan Besar RI) telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan WNI di Ukraina sesuai rencana kontijensi yang telah disiapkan
Sementara terkait dengan WNI, Kementerian Luar Negeri menyebut total 138 WNI Indonesia yang berada di Ukraina saat ini dalam kondisi aman, dengan pihak KBRI Kyiv sudah berhasil menjalin komunikasi dan menjalankan rencana kontingensi.
"KBRI berhasil menjalin komunikasi dengan 138 WNI yang ada di Ukraina. Mayoritas berada di Kyiv dan semuanya dalam kondisi aman. Rencana kontingensi sudah dilaksanakan, dengan WNI diminta berkumpul di KBRI Kyiv. Jika tidak bisa mencapai KBRI, ada titik-titik berkumpul yang sudah di tentukan. Ada 11 WNI di Ukraina Timur," sebut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha
"KBRI berhasil menjalin komunikasi dengan 138 WNI yang ada di Ukraina. Mayoritas berada di Kyiv dan semuanya dalam kondisi aman. Rencana kontingensi sudah dilaksanakan, dengan WNI diminta berkumpul di KBRI Kyiv. Jika tidak bisa mencapai KBRI, ada titik-titik berkumpul yang sudah di tentukan. Ada 11 WNI di Ukraina Timur," sebut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan operasi militer terbatas di Ukraina Timur, membuat Barat bereaksi dengan Presiden Joe Biden menyebut Moskow akan bertanggung jawab, sedangkan Sekjen PBB meminta Rusia menarik tentaranya atas nama kemanusiaan.
Baca juga:
- Presiden Putin Gelar Operasi Militer, Menlu Ukraina: Ini Agresi, Kami akan Mempertahankan Diri dan Menang
- Rusia Gelar Operasi Militer Khusus di Ukraina Timur, Presiden Putin: Lindungi Orang yang Jadi Sasaran Intimidasi dan Genosida
- Izinkan Operasi Militer Khusus di Ukraina Timur, Presiden Putin ke Tentara Ukraina: Letakkkan Senjata dan Pulang
- Presiden Putin Izinkan Operasi Militer di Ukraina Timur: Ledakan Guncang Donetsk, Terdengar di Ibukota Kyiv
Dalam pidato khusus yang disiarkan televisi di TV pemerintah Rusia, Presiden Putin mengatakan Rusia tidak punya pilihan selain mempertahankan diri dari apa yang dia katakan sebagai ancaman yang berasal dari Ukraina modern.
Pemimpin Rusia itu mengatakan, Moskow tidak punya pilihan selain meluncurkan operasi itu, yang ruang lingkupnya tidak segera jelas.
"Saya telah memutuskan untuk melakukan operasi militer khusus," kata Presiden Putin, seperti melansir Reuters 24 Februari.
"Tujuannya adalah untuk melindungi orang-orang yang menjadi sasaran intimidasi dan genosida selama delapan tahun terakhir. Dan untuk ini kami akan berjuang demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina," sambungnya.
"Dan untuk membawa ke pengadilan mereka yang melakukan banyak kejahatan berdarah terhadap warga sipil, termasuk terhadap warga Federasi Rusia," tandas Presiden Putin.