Bank Indonesia: Pandemi Timbulkan ‘Luka Memar’ Ekonomi, Komunikasi Kebijakan jadi Resep untuk Pulih
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai jika pandemi COVID-19 telah meninggalkan efek ‘luka memar’ (scarring effect) yang dalam pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan untuk memulihkan luka tersebut perlu kebijakan yang dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik (well calibrated, well planned, well communicated) oleh setiap negara.
“Hal ini bermanfaat khususnya dalam mendorong produktivitas dan investasi, bersama dengan strategi di bidang ketenagakerjaan dan realokasi modal,” ujarnya dalam 1st Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Jakarta, Kamis, 17 Februari.
Menurut Perry, tiap negara perlu menyiapkan strategi untuk mengantisipasi kebijakan normalisasi dan efek luka memar. Untuk dampak normalisasi, sambung dia, negara berkembang perlu memperkuat daya tahan (resilience) dalam menghadapi dampak proses normalisasi sehingga pemulihan ekonomi dan stabilitas tetap terjaga.
Selain itu, Perry juga menekankan dibutuhkan kerja sama antarnegara secara lebih intens, seperti melalui Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dan penggunaan Local Currency Settlement (LCS) untuk mendukung promosi perdagangan dan investasi.
“Strategi terkait scarring effect mendorong adanya langkah-langkah yang sinergis dan kolaboratif peran seluruh pihak,” tuturnya.
Baca juga:
- Sri Mulyani Geregetan DPK Bank Masih Gemuk: Kredit Harus Jalan dan Jadi Sumber Pertumbuhan
- Omicron Tidak Berdampak Signifikan ke Ekspor dan Impor, Indonesia Catat Surplus Neraca Dagang 930 Juta Dolar AS
- Dolar Minggir! Sri Mulyani Bilang Penggunaan Mata Uang Lokal untuk Transaksi Internasional Jadi Agenda Prioritas G20
Di dalam negeri sendiri, bank sentral mendorong penguatan strategi bisnis dan perbankan melalui partisipasi kredit maupun pembiayaan ke sektor riil.
Sementara peran lembaga-lembaga pemerintah yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ditempuh melalui kebijakan yang mendorong kredit pembiayaan untuk sektor prioritas.
“Peran dari sisi pemerintah melalui program reformasi struktural dalam menyediakan iklim investasi yang kondusif, tata niaga, perpajakan, infrastruktur, digitalisasi keuangan dan implementasi UU Cipta Kerja,” tegas dia.
Terkait ini, Bank Indonesia disebutkan sudah melakukan reformasi struktural di pasar keuangan, pendalaman pasar keuangan, digitalisasi sistem pembayaran, dan mendukung upaya pembiayaan bagi ekonomi untuk meredam scarring effect tersebut.