Anak Terpapar Omicron di Surabaya Didominasi Usia 5-17 Tahun
SURABAYA - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut rata-rata anak yang terpapar COVID-19 varian Omicron di Kota Surabaya, Jawa Timur, didominasi usia 5-17 tahun.
"Rata-rata anak yang terpapar varian Omicron didominasi usia 5-17 tahun. Kasus Omicron pada anak sebesar 17,39 persen dari total kasus Omicron yang terkonfirmasi di Kota Surabaya," kata Wali Kota Eri Cahyadi di Surabaya dikutip Antara, Selasa, 15 Februari.
Karena itu, Wali Kota Eri meminta kepada orang tua atau orang dewasa untuk tetap memperhatikan penerapan protokol kesehatan selama berada di rumah saat mendampingi anak-anak. Sebab, kata dia, anak-anak di Kota Pahlawan rawan terpapar varian Omicron.
Menurut Eri, kasus Omicron pada anak-anak di Surabaya disebabkan oleh tingkat aktivitas dan mobilitas tinggi dari para orang tua atau orang dewasa, yang memicu munculnya klaster keluarga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Nanik Sukristina mengatakan anak-anak juga mudah terpapar saat melakukan aktivitas atau kegiatan di tempat umum (ruang publik).
"Kegiatan di tempat umum juga mendominasi kasus Omicron pada anak-anak," kata Nanik.
Baca juga:
- Tak Jadi Hukuman Mati, Herry Wirawan Terdakwa Pemerkosaan 13 Santri di Bandung Divonis Seumur Hidup
- Viral Cuplikan Eks Kapolres Purworejo Dzikir ‘Hasbunallah Wani'mal Wakil’, Polda Jateng: Ada Pihak Ingin Memperkeruh Suasana Wadas
- Sejumlah Rapat Dibatalkan Akibat COVID-19, Pimpinan Baleg: DPR Tidak Aman
Untuk proses penanganannya, lanjut dia, anak-anak yang terpapar varian Omicron juga diarahkan untuk melakukan isolasi di tempat isolasi terpusat (isoter) yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya, yakni di Asrama Haji Surabaya.
"Ketika melakukan isolasi di Asrama Haji, orang tua dapat mendampingi anak-anak mereka di sana, hingga anak tersebut dinyatakan sembuh," ujarnya.
Terkait tingkat kesembuhan, Nanik menjelaskan rata-rata kesembuhan pada kasus konfirmasi dengan gejala asimptomatik dan ringan, membutuhkan waktu selama 3-7 hari, namun tetap disarankan untuk melakukan isolasi mandiri selama 10-14 hari.
"Ini merupakan masa isolasi optimal meskipun hasil tes usap sudah negatif. Bahkan, ada yang lebih cepat sesuai dengan daya tahan tubuh masing-masing pasien," katanya.
Tak hanya itu saja, Nanik menyebut tingkat kesembuhan pada anak-anak sangat tinggi. Sebab, sampai saat ini belum ditemukan kasus yang membutuhkan perawatan khusus pada anak-anak.
"Namun, terkait dengan pelaksanaan vaksinasi penguat pada sasaran anak masih menunggu instruksi dari Kemenkes RI," ujarnya.