Relokasi Pemukiman di Bantaran Kali untuk Cegah Banjir di Ibu Kota
JAKARTA - Bencana banjir bakal terus mengintai DKI Jakarta dan sekitarnya jika pemerintah provinsi tidak segera melakukan upaya pencegahan banjir. Salah satu cara pencegahan banjir yang bisa dilakukan dalam langkah menengah dan panjang adalah melakukan penataan kawasan bantaran kali yang di Jakarta.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengatakan setidaknya ada 13 bantaran kali wilayah DKI Jakarta yang harus segera dilakukan penataan baik dengan cara normalisasi ataupun naturalisasi. Selain bantaran kali, Yoga juga menyoroti soal penataan pemukiman di sekitar penampungan air seperti situ ataupun danau.
"Dalam jangka menengah pencegahan banjir bisa dilakukan dengan cara pertama, relokasi besar-besaran permukiman di tepi bantaran kali dan tepi situ, danau, embung atau waduk ke Rusunawa terdekat," kata Yoga kepada wartawan VOI lewat pesan singkat, Kamis, 2 Desember sambil menambahkan ada sekitar 109 titik danau maupun situ di sekitar wilayah DKI Jakarta yang perlu segera dilakukan normalisasi.
Selain normalisasi atau naturalisasi bantaran kali dan ratusan danau atau embung, Yoga juga menegaskan perbaikan saluran air juga harus dilakukan oleh dinas terkait. "Rehabilitasi saluran air segera secara bertahap bsamaan dengan revitalisasi trotoar yang sedang dilakukan Bina Marga," tegasnya.
Tak hanya itu, untuk mempercepat resapan air dari hujan yang terus terjadi, Pemprov DKI Jakarta dan jajarannya diharap mempercepat pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) dari yang luasnya hanya 9,98 persen menjadi 30 persen.
Sedangkan untuk langkah jangka cepat Pemprov DKI Jakarta pasca bencana banjir melanda, Yoga mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya harus memastikan tempat evakuasi bekerja secara optimal membantu para korban banjir.
Selain itu, Anies dan jajarannya juga harus segera mengevaluasi pemukiman yang terdampak banjir dan memutuskan rencana selanjutnya. "Misal jika ada pemukiman di bantaran kali terdampak banjir, pastikan untuk di relokasi segera tahun ini juga," ujarnya.
Belum puncak musim hujan
Banjir dengan ketinggian berbeda sudah terjadi di DKI Jakarta pada Rabu, 1 Januari setelah diguyur hujan sejak sehari sebelumnya. Padahal, menurut Kasubdit Analisis Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Adi Ripaldi walau hujan dan banjir sudah terjadi di awal tahun bahkan tepat saat pergantian tahun tapi ini belum puncak dari musim penghujan.
"Kita (BMKG) memprediksi puncak musim hujan nanti di bulan Februari-Maret," kata Adi kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 1 Januari sambil menjelaskan jika kejadian hujan ekstrem sudah diprediksi dan disampaikan pihaknya lewat peringatan dini cuaca.
Dia juga mengatakan hujan yang terjadi secara terus menerus seperti pada Selasa 31 Desember hingga Rabu 1 Desember juga diprediksi bakal terus terjadi selama 2 hingga 3 hari ke depan. "Peluang hujan masih sama untuk wilayah Jabodetabek," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Adi juga mengingatkan pada masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya jika banjir dan genangan memang berpotensi terjadi setiap musim penghujan tiba. Tapi, banjir dan genangan di Jakarta sebenarnya bukan hanya karena faktor hujan di wilayah ini saja melainkan hujan di wilayah lain seperti Depok, Bogor, dan sekitarnya.
Sehingga masyarakat dan pemerintah provinsi sebaiknya perlu memperhatikan sistem drainase agar banjir tak terjadi. Selain itu, masyarakat juga diminta mewaspadai curah hujan pada masa tertentu karena rawan banjir kiriman dari wilayah lain.
"Kewasapadaan banjir DKI tidak hanya fokus di bulan puncak musim hujan atau Februari-Maret. Namun, harus kita waspadai sejak peralihan musim kemarau ke hujan dan sepanjang periode musim hujannya, sepanjang Desember 2019 hingga Mei 2020 karena hujan-hujan lebat bisa saja terjadi suatu saat," tutupnya.