Sengketa Kantor, DPP Partai Hanura: Itu Sudah Diserahkan dari Wiranto ke DPP Hanura
JAKARTA - Kantor DPP Partai Hanura di Jalan Hankam, Cipayung, Jakarta Timur, disegel polisi. Kuasa Hukum DPP Partai Hanura Rhony Sapulette mengatakan, ini adalah masalah pribadi antara Wiranto dan Partai Hanura.
"Persoalan ini adalah pribadi seorang Wiranto dengan Partai Hanura. Partai Hanura itu adalah DPP, dan kader Partai Hanura seluruh indonesia. Yang mau sampaikan adalah itu gedung adalah milik partai hanura. coba saja lihat gedungnya, itu bentuknya H," kata Rhony Sapulette dihubungi VOI, Jakarta, Rabu, 2 September.
Dia mengatakan, untuk sementara, DPP Partai Hanura bekerja di The City Tower, Sudarman, Jakarta.
Rhony kaget kantor itu disegel polisi. Karena, perselisihan ini adalah tahap awal dan masih dalam proses pemeriksaan polisi.
"Saya kemarin dari Bali, saya kaget kalau sudah ada banyak polisi dari Polda yang datang untuk police line gedung Partai Hanura itu. Setelah saya tanya, katanya ini perintah. Saya bilang, lho ini kan masih proses, saya baru diperiksa, kemudian ada 2 saksi yang diperiksa lagi, kok itu tiba-tiba di police line dan disebut status quo," ujarnya.
Dia menjelaskan, pada 2 Agustus, Rhony mendatangi gedung DPP Partai Hanura. Saat itu, dia meminta izin masuk sekuriti yang berjaga dan pintu gerbang pun dibukakan.
Dia bersama sejumlah orang. Kedatangannya ini untuk membersihkan gedung karena akan segera dipakai oleh DPP Partai Hanura.
"Saya sampaikan, gedung ini milik Partai Hanura sesuai berita acara. saya tempelkan lah berita acara itu di pos satpam pintu depan, kemudian di gedungnya. Saya sampaikan kepada sekuriti, anda tidak perlu keluar tetap saja kerja seperti biasa. saya bawa teman-teman untuk menyiapkan, membersihkan gedung ini karena akan segera digunakan untuk Partai Hanura," kata dia.
Kemudian, pada 3 Agustus, Rhony dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh kuasa hukum Wiranto dengan dugaan masuk pekarangan tanpa izin atau penyerobotan tanah. Rhony pun diperiksa di Polda Metro Jaya pada 19 Agustus.
Rhony meyakini gedung ini adalah milik Partai Hanura berdasarkan berita acara penyerahan gedung pada 11 september 2017 dari Wiranto ke Oesman Sapta Odang, bahwa gedung itu sudah diserahkan dan itu jadi milik Hanura. Katanya, Gedung ini dibangun dari dana Rp26 miliar yang berasal dari kader Partai Hanura.
Pada Juli, Rhony melayangkan surat pemberitahuan kepada Wiranto untuk menindaklanjuti penyerahan gedung ini. Dia menyurati Wiranto sebanyak dua kali yang isinya kantor tersebut akan segera digunakan Partai Hanura.
Katanya, dari dua surat itu, tidak ada tanggapan dari pihak Wiranto. Tapi, dia menegaskan, "dalam poin surat pemberitahuan itu, kami sampaikan bahwa jika Bapak tidak direspons surat pemberitahuan ini, asumsi kami bahwa Bapak menyetujui. Ada klausul itu. Tentu kami bersedia untuk menggunakan kembali untuk gedung Partai Hanura," katanya.
Polisi menyegel kantor Hanura di Jalan Raya Mabes Hankam, Cipayung, Jakarta Timur. Penyegelan itu berkaitan dengan sengketa tanah dan bangunan.
"Digaris polisi itu karena sedang olah TKP laporan tanah dari Pak Wiranto terkait penyerobotan tanah. Tapi ini tidak berkaitan dengan partainya," ujar Kasubdit Harta Benda (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Dwiasih dalam keterangannya, Selasa, 1 September.
Persoalan sengketa tanah dan bangunan, kata Dwiasih, bermula ketika adanya puluhan orang yang memaksa masuk ke lingkungan gedung. Mereka mengklaim jika bangunan itu berdiri di atas tanah milik Rhony Sapulette.
Padahal, jika merujuk pada Sertifikat Hak Milik Nomor 05804/Bambu Apus tanah tersebu milik Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto.
"Tanah dan kompleks perkantoran tersebut dilaporkan sudah dikuasai oleh terlapor RS. Terlapor kemudian memasang banner berbentuk surat berukuran 50 x 80 cm di depan pos satpam dan di dinding luar gedung yang bertuliskan 'Berita Acara Serah Terima Gedung Perkantoran tanggal 11 September 2017'," papar Dwiasih.
Sehingga, Wiranto mengutus M. Arifsyah Matondang untuk melaporkan hal tersebur ke polisi. Laporan itu pun tergistrasi dengan nomor LP/4521/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ, tanggal 3 Agustus 2020.
Dengan laporan tersebut, pihak terlapor disangka dengan Pasal 167 KUHP, Pasal 385 KUHP dan Pasal 55 KUHP, yakni dugaan tindak pidana memasuki pekarangan orang lain tanpa izin yang berhak dan atau penggelapan hak atas barang tidak bergerak dan atau turut serta melakukan tindak pidana. Penyegelan kantor Hanura dilakukan, Senin, 31 Agustus.
"Dalam proses penyidikan sekitar 15 orang saksi telah diperiksa. Proses penyidikan masih berjalan sampai saat ini," kata Dwiasih.