Catat! Dua Poin Penting Ini jadi Penentu Perpanjangan Diskon PPnBM Mobil 2022
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkonfirmasi bahwa hingga saat ini pemerintah belum memutuskan untuk melanjutkan insentif fiskal berupa diskon Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mobil untuk periode 2022.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan terdapat dua asumsi utama yang menjadi dasar dalam menggelontorkan fasilitas perpajakan bagi industri otomotif tersebut.
“Pada 2021 (saat awal diberlakukan diskon PPnBM) dana pihak ketiga di perbankan itu tumbuhnya double digit dan berjumlah lebih dari Rp2.000 triliun serta didominasi oleh tabungan masyarakat mampu. Maka saat itulah diluncurkan program ini dan itu sukses,” ujarnya dalam sebuah webinar, Rabu, 12 Januari.
Menurut Febrio, selain mendorong dana yang mengendap di perbankan tersalurkan ke sektor konsumsi, diskon PPnBM ternyata telah mampu memenuhi harapan pemerintah untuk memulihkan industri otomotif dan turunannya lewat penjualan mobil yang meningkat.
“Sektor ekonomi di industri ini sudah pulih dan memang itu tujuan kita,” tegasnya.
Baca juga:
Adapun, poin kedua yang menjadi pertimbangan adalah konsistensi kebijakan fiskal pada industri otomotif yang telah lebih dulu ada, khususnya bagi kendaraan ramah lingkungan.
“Kita tahu bahwa selama ini sudah ada program insentif untuk mobil beremisi rendah. Dimana untuk mobil listrik kita berikan insentif PPnBM 0 persen. Lalu, kalau emisinya naik maka mobil itu dikenakan pajak 3 persen sampai dengan 15 persen,” tuturnya.
Untuk itu Febrio mengungkapkan pemerintah sangat berhati-hati dalam menetapkan keringanan pungutan pajak demi menjaga sektor otomotif tetap kondusif.
“Nah ini yang harus kita jaga konsistensinya jangan sampai ketika perekonomiannya sudah pulih malah terjadi salah kebijakan. Karena yang kita inginkan juga adalah mendatangkan investasi untuk transportasi dan mendorong perekonomian juga,” jelas dia.
Seperti yang diberitakan VOI sebelumnya, diskon PPnBM hingga 100 persen bagi penjualan mobil baru telah berakhir pada 31 Desember 2021. Relaksasi itu membuat penjualan kendaraan roda empat melesat cukup tinggi.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa belanja pajak atas insentif ini telah mencapai Rp6,58 triliun lain dari alokasi awal Rp3,46 triliun.