FSGI: SKB Pembukaan Sekolah Jadi Upaya Menteri Lempar Tanggung Jawab
JAKARTA - Dewan Pengawas Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menganggap pembuatan surat keputusan bersama (SKB) empat kementerian soal pembukaan sekolah di masa pandemi menjadi upaya lempar tanggung jawab.
Sebab, tak ada ketentuan yang jelas soal kewajiban dan larangan dari pembukaan sekolah di zona risiko COVID-19 kategori hijau (tanpa kasus) dan kuning (risiko rendah).
"FSGI mengkritik pemerintah karena mereka menciptakan SKB 4 menteri, seolah-oleh upaya melempar tanggung jawab," kata Retno dalam diskusi virtual, Sabtu, 22 Agustus.
Retno menyebut, upaya lempar tanggung jawab terlihat pada pemosisian orang tua siswa sebagai pemegang kunci pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah pada suatu daerah yang termasuk zona hijau dan kuning.
Baca juga:
"Nanti, kalau anaknya terinfeksi COVID-19 gara-gara belajar di sekolah, pemerintah akan bisa melempar tanggung jawab dengan mengatakan itu tergantung perizinan orang tua dan membebaskan anak-anak yang memilih pembelajaran jarak jauh. Kami lihat, ini upaya betul untuk melepaskan tanggung jawab," jelas Retno.
Retno juga menyayangkan perluasan perizinan pembukaan sekolah ke zona kuning. Sebab, menurut dia, pemerintah pusat tidak memberikan panduan khusus dan sebatas pelaksanaan protokol pencegahan COViD-19 secara umum.
Selain itu, tak ada pihak yang bertanggung jawab secara pasti untuk mengawasi ketaatan pelaksanaan pembelajaran tatap muka agar tidak menjadi klaster penyebaran COVID-19.
"Hal-hal ini, menurut kami membahayakan warga sekolah. SKB empat menteri, toh tidak bisa melindungi warga sekolah, baik itu guru maupun anak-anak kita," ucap Retno.
"Menurut saya, penting bagi daerahnya untuk siap, sekolahnya siap, gurunya siap, orang tuanya siap, anaknya siap, baru boleh diizinkan membuka sekolah," lanjut dia.
Sebagai informasi, pemerintah telah mengevaluasi surat keputusan bersama (SKB) kementerian terkait pembelajaran tatap muka di masa pandemi COVID-19. Bukan hanya zona hijau, daerah dengan zona kuning juga boleh melakukan sekolah tatap muka.
Zona hijau adalah daerah kabupaten/kota yang belum pernah memiliki kasus konfirmasi COVID-19 atau tidak ada kasus baru selama 14 hari. Lalu, zona kuning adalah daerah dengan risiko penularan COVID-19 rendah.
Sementara, semua sekolah di zona oranye dan merah masih dilarang melakukan pembelajaran tatap muka. Sekolah di zona tersebut tetap melanjutkan belajar dari rumah secara daring (online).
Adapun tahapan keputusan pembukaan sekolah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka dimulai dari Satgas Penanganan COVID-19 yang memetakan daerah dengan karegori zona risiko penularan COVID-19.
Lalu, pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota kantor wilayah Kementerian Agama diberi kehendak bersedia atau belum ingin memberi izin membuka kembali sekolah dan madrasah.
"Walaupun diperbolehkan, kalau pemda dan kepala dinas pendidikannya merasa belum siap, mereka tidak harus mulai pembelajaran tatap muka," ucap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Lalu, jika pemda menyatakan kesiapan untuk melakuakn pembelajaran tatap muka, kereka akan bertanya kepada masing-masing kepala sekolah dan komite sekolah apakah sudah siap untuk membuka sekolah atau belum.
"Satu level lagi, bahkan kalau sekolahnya sudah siap dan mulai melakukan pembelajaran tatap muka, tapi kalau ada orang tua siswa tidak memperkenankan anaknya pergi ke sekolah karena masih tidak nyaman dengan risiko COVID-19, itu adalah prerogatif dari orang tua," tutup dia.