BKSDA Pasang 59 Ribu Meter Kawat Kejut di Aceh Cegah Konflik dengan Manusia
BANDA ACEH - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh memasang penghalau (barrier) jenis kawat kejut sepanjang 59.000 meter di sejumlah titik yang memiliki intensitas tinggi konflik antara gajah liar dengan manusia.
“59.000 meter power fancing itu tidak di satu daerah saja tapi seluruh Aceh yang memiliki intensitas tinggi konflik gajah dengan manusia,” kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh dikutip Antara, Jumat, 26 November.
Dia menjelaskan hingga saat ini konflik gajah liar dengan manusia terus terjadi di sejumlah wilayah Aceh. Beberapa daerah dengan intensitas konflik tinggi seperti Kabupaten Pidie, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Jaya serta beberapa daerah lain.
Karena itu, BKSDA terus bersiasat untuk mengatasi konflik gajah sumatera itu dengan manusia dengan beberapa metode seperti pemasangan barrier berupa power fancing atau parit serta pemasangan kalung GPS atau GPS collar.
“Power fencing itu kami pasang tersebar di beberapa daerah, ada di Aceh Timur, Pidie, Bener Meriah, Aceh Jaya, jadi di tempat-tempat dengan intensitas konflik satwa tinggi,” katanya.
Strategi itu, lanjut dia, kita terapkan sambil terus dinamis melihat ruang gajah liar untuk keluar masuk hutan.
Baca juga:
- Kemenkes Perkirakan Jumlah OTG dan Terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia Capai 16 Juta Orang
- WNI Bisa Masuk ke Arab Saudi Tanpa Vaksin Booster, Tapi Harus Patuhi Prokes
- Bobby Nasution Pimpin Rapat Evaluasi Banjir Medan, Minta 1.514 Titik Banjir Dikurangi
- MK Perintahkan Perbaiki UU Ciptaker, DPR Bakal Rapat dengan Pemerintah Awal Desember
Menurut Agus pemasangan power fancing sudah dilakukan sejak 2014, namun BKSDA Aceh lebih meningkatkan pemasangannya selama dua tahun terakhir, dinilai ampuh sebagai penghalau gajah liar agar tidak ke pemukiman atau perkebunan milik warga.
“Kalau parit ada juga kami buat bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Tapi saat ini kita lebih utamakan pakai power fancing untuk penghalaunya,” kata Agus.
Untuk kalung GPS, kata Agus, pihaknya memasangkan kepada kawanan gajah liar, guna memantau setiap pergerakan kawanan satwa liar dilindungi tersebut ketika mendekati pemukiman atau perkebunan warga.
“Seperti di Bener Meriah ada beberapa kelompok gajah liar, yang kami pasangi GPS collar itu baru satu kelompok, ke depan akan kami pasang lagi ke kelompok-kelompok gajah liar lain,” kata Agus.