Duka Tersisa dari Tebing 25 Meter yang Longsor di Desa Pagentan
BANJARNEGARA - Bencana alam berupa tebing longsor pada Jumat, 19 November pukul 21.30 WIB, mungkin akan menjadi peristiwa yang membekas dalam ingatan warga Desa Pagentan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Tebing setinggi hampir 25 meter mengalami longsor, akibatnya material berupa tanah serta bebatuan menimpa dua rumah warga yang berada di bawahnya.
Sebanyak empat orang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di dalam rumah mereka yang tertimbun material longsoran, sedangkan satu orang lainnya diketemukan dalam kondisi selamat dan langsung dibawa ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan karena mengalami luka-luka.
Kepala Desa Pagentan Abdul Kohar menuturkan saat kejadian ada salah seorang warganya sedang berada tidak jauh dari lokasi tebing longsor.
Warga tersebut mendengar suara yang sangat keras sehingga langsung berlari menuju lokasi sumber suara untuk melakukan pengecekan.
Begitu mengetahui ada dua unit rumah tertimbun material longsor, warga tersebut langsung menuju kediaman kepala dusun guna melaporkan kejadian itu. Selanjutnya, informasi itu juga diteruskan ke kepala desa serta pihak terkait lainnya.
Kabar duka itu lantas menyebar dengan cepat ke seluruh desa. Warga yang mendengar informasi tersebut langsung berbondong-bondong menuju lokasi kejadian.
Abdul Kohar juga menceritakan bahwa saat dia tiba di lokasi, terlihat dua unit rumah sudah dalam kondisi rusak berat karena tertimbun material longsor. Pihaknya bersama warga desa langsung berinisiatif melakukan evakuasi secara manual.
Tidak lama kemudian, tim gabungan dari berbagai unsur berdatangan untuk melakukan evakuasi yang lebih menyeluruh. Malam itu pun menjadi malam yang sangat panjang. Evakuasi berlangsung dari saat kejadian bermula hingga keesokan harinya yakni Sabtu, 20 November, sekitar pukul 05.00 WIB.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Banjarnegara Aris Sudaryanto menjelaskan bahwa setelah dilakukan evakuasi, korban selamat yang mengalami luka-luka yakni PO (7) langsung dibawa ke Puskesmas 1 Pagentan, sedangkan empat korban yang diketemukan dalam kondisi meninggal dunia, yakni B (14), F (11), A (bidan), dan P (38).
Usai kejadian, pihaknya langsung melakukan kegiatan tanggap darurat dan penanganan bencana. Kegiatan tersebut juga melibatkan hampir 37 organisasi mulai dari BPBD, TNI, Polri, PMI, Tagana, Basarnas, dan unsur relawan lainnya, termasuk juga warga setempat.
Saat melakukan operasi pencarian korban, BPBD Banjarnegara mengerahkan satu alat berat atau ekskavator serta alat pendukung lain. Selain itu, tim menggunakan alat-alat ekstrikasi yang dikerahkan dan dioperasikan oleh Basarnas Pos SAR Wonosobo.
Baca juga:
Pos lapangan
Terkait dengan kejadian tersebut, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Banjarnegara Andri Sulistyo mengatakan bahwa pihaknya telah membuka Pos Lapangan Penanganan Bencana di Desa Pagentan selama tiga hari.
Andri juga mengimbau masyarakat yang tinggal di wilayah setempat untuk tidak panik dan tetap tenang terkait dengan kejadian ini.
Kendati demikian, dia juga meminta warga untuk tetap berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan, terutama jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang lama.
Saat tebing longsor di Desa Pagentan, kata dia, memang tidak sedang terjadi hujan, namun pada siang hari sebelum kejadian hujan turun cukup deras.
Selain itu, beberapa hari sebelum kejadian, hujan juga hampir setiap hari mengguyur wilayah tersebut.
Oleh karena itu, BPBD Banjarnegara meminta warga untuk segera melakukan evakuasi mandiri jika hujan deras turun lebih dari dua jam, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar lereng. Warga disarankan untuk kembali ke rumah mereka jika hujan sudah benar-benar reda dan kondisi sudah cukup aman.
BPBD Banjarnegara terus melakukan sosialisasi kepada seluruh warga yang ada di wilayah ini dalam rangka mengantisipasi dampak fenomena La Nina yang dikhawatirkan berpotensi memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.
Pihaknya juga meminta warga untuk berperan aktif dalam melakukan kontrol lingkungan di sekitar rumah masing-masing. Warga diminta untuk segera melaporkan kepada perangkat desa setempat jika menemukan tanda-tanda rekahan tanah.
Selain itu, warga juga bisa melaporkan secara langsung bila mengetahui informasi terkait dengan kebencanaan ke Pusat Pengendalian Operasi atau Pusdalops BPBD Kabupaten Banjarnegara.
Berpengaruh
Terkait dengan kejadian tersebut, akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Indra Permanajati mengingatkan bahwa pada musim hujan kenaikan intensitas air akan berpengaruh terhadap kenaikan jumlah bencana hidrometeorologi yang bisa menyertainya, termasuk tanah longsor.
Koordinator Bencana Geologi Pusat Mitigasi Unsoed itu menjelaskan bahwa bencana hidrometeorologi pada umumnya, meliputi banjir, tanah longsor, dan puting beliung yang tentunya akan berdampak pada lokasi-lokasi rawan dan rentan terhadap bencana.
Dia juga mengingatkan pentingnya memperkuat mitigasi bencana tanah longsor dengan cara penguatan lereng sebagai solusi yang perlu dilakukan pada kawasan perumahan yang dekat dengan tebing-tebing atau bukit.
Penguatan lereng adalah teknik rekayasa bangunan perumahan di lahan rawan longsor, salah satunya dengan menanam pohon berakar kuat hingga mitigasi struktural seperti membuat talud atau bronjong.
Sementara untuk rumah-rumah yang terlanjur dibangun tanpa pengamanan lereng, menurut dia, harus segera dilakukan penguatan dengan bahan yang sederhana, seperti bambu dan kayu.
Menurutnya, bambu bisa ditancapkan secara horisontal di sepanjang bukit untuk menahan tekanan tanah dari atas. Agar lebih kuat maka bisa dibuat dua atau tiga tingkat sesuai dengan kondisi lereng.
Semakin banyak bambu yang digunakan untuk menahan tekanan dari atas, menurutnya, akan semakin baik dan dapat lebih optimal dalam meningkatkan keamanan.
Akan tetapi, hal yang juga perlu diperhatikan adalah cara menyusun yang harus tepat yaitu disusun rapat secara horisontal searah dengan panjang lereng, kemudian dibuatkan saluran-saluran air yang teratur untuk mengurangi air masuk ke tanah secara berlebihan.
Hal itu perlu dilakukan karena jika air yang masuk ke tanah sangat berlebihan maka tekanan air bisa mengubah tanah menjadi plastis dan tanah kehilangan kekuatannya untuk bertahan di lereng. Hal tersebut dikhawatirkan menyebabkan longsor.
Oleh karena itu, saluran perlu dibuat secara teratur sehingga air akan diarahkan ke saluran-saluran yang arahnya menuju sungai.
Dengan berbagai pendekatan tersebut, maka diharapkan mendukung upaya mitigasi bencana sehingga risiko bencana yang mungkin ditimbulkan akan semakin kecil.
Dari peristiwa tebing longsor di Desa Pagengan yang menyisakan duka, tentu perlu juga menjadi pengingat bersama mengenai pentingnya upaya mitigasi untuk terus memperkuat program pengurangan risiko bencana.