Mengingat Perang Teluk Kuwait-Irak yang Disebabkan oleh Persaingan Dagang Minyak
JAKARTA - Konflik yang terjadi di Timur Tengah acap kali bukan disebabkan pada persoalan ideologis atau politis, tapi ekonomis. Perang Teluk I antara Irak dan Kuwait misalnya, hubungan mereka mulai memanas saat Kuwait menurunkan harga minyak. Sementara Irak menuntut ganti rugi kepada Kuwait karena kejatuhan harga emas hitam tersebut. Dari situlah perang terjadi.
Seperti dikutip New York Times, kebijakan penurunan harga minyak Kuwait menurunkan pendapatan Irak secara signifikan. Presiden Irak, Saddam Husein menuntut Kuwait untuk membayar miliaran dolar AS kepada Irak sebagai kompensasi kerugian tersebut. Namun Kuwait menolak.
Hubungan semakin tegang karena Irak menuduh Kuwait mencuri minyak mereka. Pengeboran minyak Kuwait dikabarkan tembus sampai ke ladang minyak Irak di wilayah Rumala.
Kuwait membantah. Mereka menuding hal itu sebagai taktik Irak untuk melegitimasi invasi militer terhadap Kuwait. Dan benar saja, pada hari ini 2 Agustus 30 tahun lalu atau pada 1990 Saddam Husein melancarkan serangan militer terhadap Kuwait.
Serangan Irak
Waktu menunjukkan pukul 02:00 waktu setempat. Mengutip History, saat itu pasukan Irak mulai menyerbu Kuwait. Hanya dalam hitungan hari, pasukan Kuwait kocar-kacir.
Dalam beberapa jam saja Kuwait lumpuh di bawah invasi Irak. Negara itu segera diubah menjadi provinsi ke-19 Irak.
Menurut catatan BBC, Irak mengerahkan lebih dari 100.000 tentara pada perang ini. Mereka terdiri dari empat divisi elite Pengawal Republik Irak beserta unit pasukan khusus yang diperkuat 700 tank. Pasukan Kuwait tak bisa berkutik lantaran kalah jumlah yang hanya sekitar 20.000 pasukan.
Pasukan Kuwait yang berhasil selamat, kabur ke Arab Saudi. Pemimpin Kuwait, Jaber al-Ahmed al-Sabah dan keluarganya serta para pemimpin pemerintahan juga melarikan diri.
Pada perang ini warga sipil turut menjadi korban. Total yang terbunuh diperkirakan sekitar 200 orang. Sementara berbagai kerusuhan dan aksi penjarahan merebak di berbagai titik.
Kondisi di Kuwait begitu mencekam. Mereka tak dapat menggunakan jaringan komunikasi baik dalam negeri maupun ke luar negeri. Hal ini membuat ribuan warga Kuwait dan orang-orang asing terperangkap.
Setelah menaklukkan Kuwait, Irak menguasai 20 persen cadangan minyak dunia dan menguasai garis pantai substansial di Teluk Persia. Saddam Husein membangun pasukan pendudukannya di Kuwait untuk sekitar 300.000 tentara.
Perlawanan PBB
Namun Dewan Keamanan PBB tidak tinggal diam. Masih menurut History, dengan suara bulat PBB mengecam invasi Irak dan menuntut mereka untuk mundur dari sana.
Tapi Irak bergeming. Sehingga pada 6 Agustus, Dewan Keamanan memberlakukan sanksi berupa larangan perdagangan di seluruh dunia dengan Irak.
Pada 29 November, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mengesahkan penggunaan kekuatan fisik terhadap Irak jika mereka tak menarik pasukan sampai 15 Januari 1991. Lagi-lagi Hussein menolak tuntutan tersebut.
Hal itu memaksa PBB terutama Amerika Serikat menerjunkan sekitar 700.000 tentara sekutu. Mereka berkumpul di Timur Tengah untuk menegakkan tenggat waktu. Operasi Badai Gurun pun digelar pada 16 Januari 1991.
Jet-jet tempur pertama dari AS, Inggris dan Arab Saudi menyerbu pasukan Irak. Sepanjang malam, pesawat dari koalisi militer pimpinan AS tak henti-hentinya membombardir pasukan Irak.
Irak awalnya bisa bertahan. Tapi lama kelamaan tenaga mereka menipis. Hingga pada 28 Februari 1991 kekuatan militer mereka sudah benar-benar hampir habis, sehingga Saddam menyetujui gencatan senjata. Perang kemudian berakhir dan Irak hengkang dari Kuwait.