JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membantah mutasi dan rotasi ratusan hakim serta panitera berkaitan dengan adanya penindakan hukum terhadap perangkat peradilan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Juru Bicara MA, Yanto menegaskan mutasi dan rotasi merupakan hal yang sudah terjadwal dan diagendakan. Tujuannya semata untuk penyegaran organisasi atau lembaga.
"Kesempatan ini adalah dalam rangka melakukan penyegaran dapat memberikan semangat yang lebih besar lagi kepada para hakim dan aparatur pengadilan untuk bekerja lebih baik lagi," ujar Yanto dalam keterangannya, Rabu, 23 April.
Selain itu, mutasi dan rotasi dilakukan untuk mewujudkan misi ke dua dan ketiga Mahkamah Agung yakni, memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan dan meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan.
Sementara mengenai proses hukum kepada hakim dan aparatur pengadilan yang di duga melakukan tindak pidana suap, MA menyerahkan kepada penyidik dengan tetap menjunjung ketentuan hukum yang berlaku.
Bahkan, Yanto menegaskan ada tidaknya penangkapan terhadap hakim dan panitera, MA tetap berkomitmen untuk mencegah terbukanya peluang judicial coruption di setiap pengadilan.
"Kebetulan dalam kesempatan promosi dan mutasi ini di fokuskan pada Hakim dan Panitera di Pengadilan di wilayah hukum PT DKI dan beberapa pengadilan Kelas 1A khusus lainnya," kata Yanto.
Diketahui, Kejagung sedang mengusut kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis lepas (ontslag) perkara ekspor minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO) yang melibatkan sejumlah korporasi besar.
另请阅读:
Pada kasus tersebut delapan orang telah ditetapkan tersangka yang lima di antaranya merupakan perangkat peradilan. Mereka tiga hakim aktif yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Selain itu, tersangka lainnya adalah Wahyu Gunawan (panitera muda perdata PN Jakarta Utara), dan Muhammad Arif Nuryanta yang menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Diketahui, Mahkamah Agung merotasi 199 hakim dan 68 panitera. Dari ratusan hakim yang dipindahtugaskan satu di antaranya yakni Eko Aryanto yang merupakan hakim yang mengadili Harvey Moeis di kasus korupsi di PT Timah.
Mutasi tersebut diketahui berdasarkan surat hasil rapat pimpinan (Rapim) hakim MA yang diterbitkan Selasa, 22 April 2025. Hakim Eko Aryanto dimutasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Pengadilan Negeri Sidoarjo
Hakim Eko Aryanto sempat mendapat sorotan ketika mengadili perkara Harvey Moeis. Sebab, vonis pidana penjara yang diberikan kepada suami Sandra Dewi itu hanya 6,5 tahun.
Sorotan semakin tajam ketika Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta justru memperberat vonis Harvey menjadi 20 tahun penjara.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)