JAKARTA - Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, menyatakan harapan masyarakat dan pihaknya agar pelajaran sejarah kembali diwajibkan di sekolah dari tingkat dasar (SD) hingga atas (SMA). Saat ini, dalam Kurikulum Merdeka, sejarah menjadi mata pelajaran pilihan.

"Ya kita harapkan sejarah ini menjadi sesuatu (pelajaran) yang wajib sebenarnya, ya kita usulkan begitu, karena di mana-mana di negara-negara lain, sejarah itu wajib, tidak ada yang menjadikan sejarah itu pilihan," kata Fadli di sela acara Musyawarah Nasional Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) di Kampus UPI Bandung, Sabtu, 14 Desember.

Menurut Fadli, sejarah harus menjadi perhatian karena merupakan fondasi bagi proses membangun karakter dan bangsa. "Orang yang tidak tahu sejarah, pasti tidak akan tahu masa kini, maupun tidak bisa merancang masa depan," tambahnya.

Fadli juga mengungkapkan bahwa Kementerian Kebudayaan akan kembali menghadirkan Direktorat Sejarah dan Museum. "Direktorat Sejarah ini akan hidup kembali dan kita juga akan segera menulis revisi penambahan buku sejarah kita dalam rangka 80 tahun Indonesia Merdeka," tuturnya.

Ketua Umum MSI, Agus Mulyana, menyambut baik jika mata pelajaran sejarah kembali menjadi wajib seperti dulu. "Sangat senang, karena itu merupakan salah satu upaya untuk membangun national character building, dengan membangun kesadaran sejarah," ucap Agus.

Agus, yang juga Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI, menyampaikan kegembiraannya atas hadirnya kembali Direktorat Sejarah dan Museum di Kementerian Kebudayaan. Direktorat ini pernah hilang lima tahun lalu dari struktur organisasi kementerian.

Dalam diskusi bersama Menteri Kebudayaan, Agus menekankan pentingnya direktorat ini dalam menulis sejarah resmi yang melibatkan negara. "Sebagai upaya negara membangun kesadaran sejarah kepada masyarakat yang sangat penting dalam membangun national character building," tuturnya.

Selain membuka seminar nasional MSI, Fadli Zon juga meninjau Museum Pendidikan Nasional UPI yang standarnya naik menjadi A, serta menyaksikan film dokumenter 12 menit tentang sejarah dan pemilik Villa Isola yang kini menjadi cagar budaya.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)