JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pemerintah selama ini tak hanya melakukan pendekatan keamanan terhadap masyarakat di Papua tapi melakukan pendekatan holistik dan komperhensif. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini bahkan mengatakan, anggaran bagi masyarakat di wilayah tersebut lebih besar daripada wilayah manapun di Indonesia.

"Saudara harus tahu ya, yang dikeluarkan pemerintah untuk Papua kalau dibandingkan rata-rata nasional dengan rata-rata yang diberikan Papua per kepala, Papua itu dapat 17 kali lebih besar dana yang diperlukan atau dana yang dikeluarkan pemerintah untuk keperluan orang Papua per orang 17 kali lebih besar," kata Mahfud dalam konferensi pers secara daring, Kamis, 1 Oktober.

Dia kemudian menyebut, pemasukan Papua dari PT Freeport untuk negara sebenarnya lebih kecil dari anggaran yang dikeluarkan pemerintah. Jika beserta pajak dan lainnya, Freeport memberi pemasukan nasional sebesar Rp12 triliun sementara yang dikeluarkan pemerintah bagi masyarakat Papua telah mencapai Rp46 triliun.

Besarnya anggaran ini, kata dia, bukan baru-baru saja terjadi tapi sudah cukup lama.  Namun, Mahfud menilai anggaran ini tidak sampai kepada masyarakat karena masih terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh pejabat-pejabat yang berwenang. 

Selain itu, lintas kementerian dan lembaga juga belum terkoordinasi secara baik untuk menangani hal ini. Sehingga ke depan akan diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) mengenai penanganan dana yang lebih terpadu.

"Pemerintah sedang menyiapkan Inpres koordinasi atau penanganan lebih terpadu memang isunya seperti itu memang Papua ketinggalan di bidang pembangunan tidak seperti daerah lain kita sudah melakukan afirmasi," ujarnya.

"Jadi saya ingin mengatakan istilah bahwa pemerintah menggunakan pendekatan keamanan itu lagu lama. Kita bukan keamanan karena keamanan biasa saja dilakukan sesuai dengan kebutuhan kalau terjadi sesuatu itu ditindak," imbuh dia.

Lebih lanjut, Mahfud juga menyinggung jika selama ini TNI dan Polri selalu menjadi pihak yang tertuduh dalam konflik di wilayah tersebut. Padahal keberadaan mereka di Papua, selama ini semata-mata untuk menjaga keamanan.

Bahkan, dia mencontohkan dalam kasus penembakan Pendeta Yeremias di Kabupaten Intan Jaya, Papua, TNI menjadi tertuduh sebagai pelaku penembakan karena kelompok bersenjata mengabarkan berita bohong.

"Pak Yeremias meninggal kata mereka itu TNI yang melakukan. Kata TNI bukan dan sebagainya. Sementara faktanya sampai sekarang kita tdak pernah punya akses untuk memeriksa jenazah, keluargnya enggak boleh. sementara KKB itu menyiarkan foto jenazah tentang terbunuhnya orang ini lalu dikatakan TNI yang melakukan. Itu tidak benar," tegasnya.

Narasi semacam ini, kata Mahfud, sengaja dibuat oleh pihak-pihak yang ingin memprovokasi masyarakat lainnya untuk tujuan tertentu. "Sementara kita mau kesitu itu dihalang-halangi oleh keluarganya, oleh kelompok ini. Kalau kita mau memaksa lalu dikatakan tindakan kekerasan," katanya.

Sehingga dia kini meminta agar polisi dan TNI dapat segera menyelesaikan kasus penemabakan tersebut dengan cepat namun juga tetap damai agar tak ada lagi korban jiwa.

Sebelumnya, polisi menduga pendeta Yeremias Zanambani ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kampung Bomba, Distrik Hitadipta, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Penembakan ini mengakibatkan pendeta Yeremias meninggal dunia.

Mulanya informasi penembakan pendeta Yeremias beredar pada Minggu, 20 September. Anggota Mapolsek Sugapa langsung mengecek informasi itu dengan menemui Ketua Klasis GKII Sugapa pendeta Timotius Miagoni. 

Timotius kepada polisi menerangkan dirinya mendapat kabar dari keluarga bahwa pendeta Yeremia tertembak dan meninggal dunia. Tapi tak diketahui pelaku penembakan.

“Dari keterangan yang saya dengar saat itu Almarhum bersama Istri ke kandang ternak (babi) untuk memberikan makan kemudian istrinya kembali ke rumah di kampung. Kemudian korban tidak kembali ke rumah sehingga istri korban mencari ke kandang ternak yang berada di Kampung Bomba dan melihat korban sudah meninggal dunia,” kata Timotius sebagaimana dikutip dari keterangan Polda Papua.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)