JAKARTA - Politikus Fadli Zon dan Fahri Hamzah akan mendapat penghargaan sipil tertinggi Bintang Mahaputra Nararya dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75.

Bintang kehormatan tersebut, kata Sekretaris Dewan Gelar Tanda Jasa Kehormatan Sesmil Suharyanto, diberikan karena posisi keduanya sebagai anggota legislatif yang mewakili masyarakat. 

"Adapun pertimbangannya khusus pejabat negara tersebut salah satunya karena masa baktinya selama menjabat penuh sesuai periodenya dan ada capaian prestasi yang dinilai layak untuk diberikan penghargaan dari negara," kata Suharyanto dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 11 Agustus.

Ada yang menarik, kedua politikusi ini justru kerap menyentil pemerintahan selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, baik secara lisan maupun cuitan di media sosialnya. 

Fadli Zon

Bila diingat kembali, pada masa Pilpres 2019, Fadli Zon yang notabene kader Partai Gerindra, pernah mengunggah video yang menyerang Jokowi. Video itu menampilkan sejumlah orang yang menggunakan topeng sambil bernyanyi lagu Potong Bebek Angsa yang liriknya diubah menjadi:

Potong bebek angsa masak di kuali

Gagal urus bangsa maksa dua kali

Fitnah HTI fitnah FPI

Ternyata mereka lah yang PKI

Fitnah HTI fitnah FPI

Ternyata mereka lah yang PKI 

Potong bebek angsa masak di kuali

Gagal urus bangsa maksa dua kali

Takut diganti Prabowo-Sandi

Tralalalalalalalalalala

Takut diganti Prabowo-Sandi

Tralalalalalalalalalala

Lewat akun Twitter-nya juga, Fadli Zon mengklarifikasi video tersebut. Dia bilang, video tersebut diambil dari orang lain dan bukan karyanya sendiri.

"Video yang saya posting itu bukan saya yang membuat. Saya lihat itu kreativitas masyarakat. Lagipula ini negara demokrasi. Kreativitas tersebut masih ada di koridor demokrasi. Demokrasi kita mengajarkan suatu kebebasan selama tidak memfitnah orang lain," demikian kicauan Fadli yang dikutip dari akun Twitter-nya, 23 September 2019.

Kemudian, Fadli juga sempat meramaikan kabar bohong bahwa aktivis Ratna Sarumpaet dianiaya. Saat itu, Ratna masih menjadi pendukung calon presiden Prabowo Subianto, lawan Jokowi dalam Pemilu 2019.

"Sudah kita investigasi, tempatnya di Bandung, di parkiran Bandara. Penganiayaan itu dilakukan oleh mungkin dua atau tiga orang laki-laki. Beliau (Ratna, red) recovery karena ada luka jahitan di kepala, oleh oknum-oknum yang melakukan tindakan keji dan biadab kepada Mbak Ratna," kata Fadli dilansir era.id, Selasa, 2 Oktober 2018. 

Belakangan, terungkap bahwa wajah Ratna lebam bukan karena dianiyaya, melainkan operasi plastik di RS Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat.

Fadli lantas membela diri. Ia tak merasa meyebarkan hoaks terkait pengeroyokan yang dialami oleh Ratna. "Saya tidak merasa (menyebarkan hoaks), bahwa ada pengaduan seperti itu biasa saja kok. Dari mana menyebarkannya? Kita kalau ada begitu, respons kita langsung merupakan respons aktif ya, apalagi ini seorang ibu 70 tahun mengaku dianiaya masa kita tidak melakukan apa-apa," katanya.

Lalu, Fadli juga pernah menyatakan bahwa selama pemerintahan Jokowi di periode 2014-2019, ancaman terhadap kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul, serta kebebasan sipil, justru kian meningkat.

"Terancamnya kebebasan sipil merupakan salah satu faktor yang paling menentukan kemerosotan HAM dan tingkat demokrasi Indonesia," ucap Fadli, Senin, 10 Desember 2019.

Selain itu, Fadli juga pernah bergabung memberikan orasi dalam aksi demonstrasi menolak Jokowi menjadi pemenang Pilpres 2019 di depan Gedung Bawaslu RI, bersama Neno Warisman. Dia memuji semangat demonstran yang datang dari segala penjuru daerah untuk memperjuangkan keadilan.

"Apa yang saudara lakukan, sejalan dengan konstitusi UUD 1945. Tidak boleh ada yang merampas hak rakyat, baik lisan maupun tulisan," seru Fadli, Rabu, 22 Mei 2019.

Setelah Pemilu 2019 usai dan Prabowo gabung dalam kabinet Jokowi. Fadli juga masih mengkritik pemerintahan. Ia menilai pemerintah terbukti lamban dan salah resep dalam mengantisipasi terjadinya krisis, baik terkait pandemi maupun eksesnya bagi perekonomian nasional. 

Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mengumumkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II (Q2) kemarin minus sebesar 5,32 persen.

"Angka ini jauh lebih buruk daripada ekspektasi Pemerintah yang sebelumnya memperkirakan hanya akan minus 4,3 hingga 4,8 persen saja, dengan angka batas bawah minus 5,1 persen. Nyatanya, perekonomian kita merosot lebih buruk dari itu. Ini adalah peringatan agar kita waspada terhadap narasi optimis yang selalu didengungkan pemerintah," kata Fadli, Jumat, 7 Agustus.

Fahri Hamzah

Serangan Fahri Hamzah kepada Jokowi mulai terasa pada musim Pemilu 2014. Ia, yang saat itu masih menjadi kader PKS, pernah mengkritik janji kampanye Jokowi disertai penambahan kata "sinting".

"Jokowi janji 1 Muharram hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!" cuit Fahri dalam akun Twitternya pada 27 Juni 2014.

Fahri menyebut calon presiden dari poros PDI Perjuangan itu "sinting". Namun dia merasa tidak menghina Jokowi. Fahri beralasan, ia hanya mengkritik karena menganggap Jokowi memberikan janji yang tak ditepati.

"Menghina orang, itu bukan karakter saya. Setelah titik saya bilang sinting, jadi saya kritik janjianya," ujar Fahri dilansir Tempo

Kemudian, Fahri juga pernah menyebut bahwa rezim pemerintahan Jokowi selama periode 2014-2019 gagal menegakkan hukum di Indonesia.

"Kita harus jujur untuk mengakui bahwa rezim ini dimulai dengan kegamangan untuk mengidentifikasi persoalan di bidang hukum. Di tambah dengan kapasitas kepemimpinan di bidang hukum yang lemah, maka lahirlah kekacauan sistematika dalam membangun negara hukum seperti amanah UUD 45," tulis Fahri Hamzah dalam akun Facebooknya pada 28 januari 2019.

Ia mengambil contoh penegakan hukum perkara penyiraman air keras Novel Baswedan, yang saat itu, belum juga terungkap. Kemudian, pemidanaan Ahmad Dhani karena dianggap menghina Jokowi dan melanggar pasal UU ITE.

"Saya, sebagai calon pensiunan yang akan hidup sebagai rakyat biasa, hanya bisa berbicara apa adanya, mumpung masih ada sisa kebebasan sebagai petugas rakyat untuk bicara apa adanya. Bahwa rezim Jokowi gagal tegakkan hukum di negeri ini. Sekian. Terima kasih," sambung dia.

Kemudian, Fahri juga pernah beraksi mengeluarkan kartu merah sebagai kritikan kepada arah bangsa, yang saat itu dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

"Kalau saya dikasih kartu merah saya keluarin juga. Kalau saya kartu merah itu ckup satu periode, enough is enough," ungkap Fahri dilansir CNNIndonesia.

Fahri juga pernah mengkritik bahwa pergelaran International Monetary Fund (IMF) World Bank di Nusa Dua Bali pada 12 hingga 14 Oktober 2018 tidak akan meningkatkan kondisi perekonomian Indonesia.

"Enggak akan besar (pengaruhnya). Selama Pak Jokowi tidak bisa menunjukkan kepemimpnan riil sekarang. 'Saya perintahkan begini, saya koordinir'. Sekali lagi, ini kelemahannya sudah kena ke Pak Jokowi. Hampir sulit ditolong," kata Fahri saat masih menjabat Anggota DPR RI.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)