Gol Kemenangan Patrick Kluivert: Kisah Pemain Pengganti Bawa Ajax Amsterdam Juara Liga Champions 1995
JAKARTA - Patrick Kluivert pernah mengisi daftar penyerang elite timnas sepak bola Belanda. Jalan kesuksesan itu dirintisnya dengan jadi bagian akademi sepak bola, Ajax Amsterdam. Kehadirannya mampu memberikan semangat tim yang dibelanya. Sekalipun usianya terlampau muda.
Ia mampu menembus tim muda hingga senior Ajax Amsterdam. Kesempatan itu dijawabnya dengan prestasi. Golnya jadi penentu kemenangan Ajax Amsterdam kala melawan AC Milan di final Liga Champions 1995.
Sepak bola tak melulu dipandang sebagai olahraga. Banyak pula yang menganggap sepak bola sebagai jalan hidup. Pandangan itu diamini oleh Partrick Kluivert muda. Pria kelahiran Amsterdam 1 Juli 1976 itu bak mewakafkan dirinya dalam sepak bola.
Ia jadikan ayahnya sendiri sebagai contoh sukses. Ayahnya, Kenneth Kluivert pernah tercatat sebagai pemain sepak bola profesional dari Suriname – wilayah koloni Belanda. Ia mulai termotivasi mengasah bakatnya sepak bolanya di jalanan.
Belakangan takdir membawanya masuk dalam akademi sepak bola Ajax Amsterdam. Kala itu usianya masih tujuh tahun. Kluivert memanfaatkan benar kesempatan masuk akademi sepak bola. Ia menyadari bahwa akademi Ajax Amsterdam jadi salah satu yang terbaik di dunia.
Usahanya pun terbayar lunas karena ia mampu menembus persaingan sengit akademi. Ia mampu masuk tim Ajax junior. Ia juga masuk timnas Belanda usia dini. Penampilannya yang memukau dan haus gol dikagumi banyak orang.
Kondisi itu membuatnya naik kelas bermain di tim senior Ajax Amsterdam. Ia membuktikan diri sebagai penyerang mempuni dengan mencetak gol dalam debutnya bersama Ajax Amsterdam. Gol pertamanya dicetak kala Ajax melawan Feyenoord pada 21 Agustus 1994.
Kala itu usianya masih berusia 18 tahun. Kondisi itu membuat pelatih Ajax, Louis van Gaal kian kepincut dengan bakat Kluivert. Belakangan ia mengandalkan jasa Kluivert untuk menggedor gawang dari lawan-lawan Ajax Amsterdam, dari level regional hingga Eropa.
“Pidato Van Gaal merupakan contoh nyata dari akal sehat. Van Gaal secara pribadi telah membina beberapa pemuda Ajax yang hebat - pemain sekelas Patrick Kluivert, 18 tahun, pencetak gol terbanyak di Belanda, dan Clarence Seedorf, Edgar Davids, dan pemain lainnya yang membuat Ajax menjadi klub yang dikagumi di Benua Eropa.”
“Ajax selama seperempat abad telah mendidik anak laki-laki berusia 8 atau 9 tahun, mendidik mereka dalam segala hal, mengajari mereka merawat tubuh mereka (alat olahraga mereka). Dimulai dengan Johan Cruyff, yang ibunya membersihkan tangga stadion, dan kini berlanjut dengan pemain tim utama yang semakin muda yang satu-satunya masalahnya adalah jeda dari terlalu banyak kompetisi,” ujar Rob Hughes dalam tulisannya surat kabar The New York Times berjudul A Game Ingrained With Greed (1995).
Gol Kemenangan
Jasa Kluivert sebenarnya tak selalu diandalkan sebagai bagian dari starting eleven (daftar pemain awal pertandingan). Kondisi itu terlihat dari musim debutnya 1994-1995. Kluivert tak menyerah. Ia memahami keinginan pelatih.
Ia merasa Ajax memilih telanta menyerang mempuni lainnya. Namun, kala Van Gaal mulai buntu. Kluivert masuk dan mengubah keadaan. Ambil contoh dalam perhelatan Liga Champions 1994-1995.
Van Gaal bak menyimpan Kluivert untuk momen-momen penting. Ajax dengan formula pemain akademi mudanya, khususnya Edgar Davids hingga Clarence Seedorf muncul jadi kuda hitam. Ajax bak tak diunggulkan dalam kompetisi itu karena kurangnya pemain senior.
Namun, bintang muda justru jadi jawaban Van Gaal bisa tampil meyakinkan di Liga Champions. Ajax mampu jadi juara grup hingga final Liga Champions. Ajax Amsterdam akhirnya dapat tiket terbang ke Wina, Austria. Mereka akan menjamu AC Milan di Ernst Happel Stadion pada 24 Mei 1995.
Van Gaal mencoba menyimpan Kluivert dulu. Kluivert pun mencoba memantau pertandingan dari bangku cadangan. Pertandingan pun berjalan sengit. Jual beli serangan terjadi. Tensi panas final pun tersaji.
Siasat Van Gaal pun mengalami kebuntuan. Tiada yang mampu menjebol gawang AC Milan. Keputusan berani pun diambil pada menit ke-70. Van Gaal mengganti Jari Litmanen dengan Kluivert. Keputusan itu nyatanya membawa berkah. Kluivert membalas kepercayaan Van Gaal dengan melesatkan gol.
Gol itu tercipta pada menit ke-85. Kluivert pun melakukan selebrasi dengan menggunakan jersie terbalik hingga nama dan nomor punggung 15 disorot kamera. Gol itu bertahan peluit terakhir dibunyikan.
Kluivert senang bukan main. Ia tak membawa Ajax menang, tapi Kluivert mampu membuat dirinya sendiri jadi pemain termuda yang mencetak gol di final Liga Champions. Pengalaman itu jadi modal penting bagi karier Kluivert di masa depan. Ia pun mencatatkan dirinya sebagai salah satu penyerang terbaik Belanda.
“Ajax tampil lebih baik, Frank Rijkaard (gelandang bertahan) turun lebih dalam untuk melihat lebih banyak lapangan, tetapi dampaknya tidak terlalu besar. Itu adalah tontonan yang membosankan, hanya sedikit lebih baik ketika Van Gaal berusaha memaksakan masalah.”
“Ia memasukkan Kanu untuk menggantikan Seedorf yang tampil di bawah standar. Masuknya Kluivert, 20 menit menjelang akhir pertandingan, merupakan langkah berani lainnya,” ujar Nick Ames dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul 'A Volcano that Exploded': The '95 Ajax Side that Changed European Football (2020).