Pemerintah Singapura Memantau Banyaknya Kasus Bunuh Diri Pekerja Migran saat Pandemi COVID-19
JAKARTA - Pemerintah Singapura memantau serentetan kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri pekerja migran yang disebabkan masalah kesehatan mental karena gajinya rendah dan terkurung di asrama karena COVID-19.
Dilansir Reuters, Singapura menutup blok-blok perumahan, yang kebanyakan ditempati pekerja asal Asia Selatan, untuk membatasi lonjakan kasus virus corona sejak April.
Sudah empat bulan lamanya, beberapa asrama tetap ditutup. Sementara, beberapa asrama lain yang dinyatakan bebas COVID-19 dibatasi pergerakannya. Ini membuat mereka menghadapi ketidak pastian atas pekerjaan mereka. Kebanyakan dari mereka adalah tulang punggung keluarga di kampung halaman.
Sejumlah elemen masyarakat menganggap, kebijakan pemerintah ini membuat banyak korban dari para pekerja. Apalagi, terdapat video viral di mana para pekerja migran ini menunjukkan sikap mereka yang aneh, seperti berjalan di atap atau tepian jendela yang tinggi.
Kementerian Tenaga Kerja Singapura mengatakan, pihaknya memantau kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri ini. Dia membuka kerja sama dengan sejumlah rekanan untuk meningkatkan program bantuan pemulihan kesehatan mental buat mereka.
Kementerian tersebut menilai, insiden bunuh diri seperti itu dikarenakan dari masalah keluarga, yang mungkin diperburuk oleh kesulitan tidak dapat kembali ke rumah karena pandemi COVID-19.
Singapura mencatat lebih dari 54.000 kasus COVID-19 dengan 27 orang meninggal, per Kamis, 6 Agustus. Yang terbanyak berasal dari asrama tempat tinggal sekitar 300.000 pekerja dari Bangladesh, India, dan China ditampung.
Otoritas terkait berharap bisa mencabut karantina di semua asrama tersebut, pekan ini. Namun, dengan pengecualian beberapa blok berfungsi sebagai zona karantina.