Taji Gedung Bundar Senggol Kebebasan Bersuara?

25 April 2025, 10:00 | Tim Redaksi
Taji Gedung Bundar Senggol Kebebasan Bersuara?
Foto Karya Luthfiah VOI

Bagikan:

JAKARTA - Penangkapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar oleh Kejaksaan Agung atas dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dalam kasus korupsi menimbulkan reaksi beragam. Banyak yang mengkritik, sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan pers dan tak sedikit mengapresiasi langkah kejaksaan. Situasi ini menimbulkan perang opini yang kompleks antara penegakan hukum, kebebasan pers, dan peran jurnalis dalam proses hukum.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa penangkapan Tian Bahtiar murni terkait hukum, bukan pemberitaan. Itu digaungkan Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar berkali-kali, dalam berbagai kesempatan atas pertanyaan-pertanyan terkait penangkapan direkrur pemberitaan JakTV.

Dalam pertemuan antara Kejagung dan Dewan Pers, di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Selasa sore, 22 April 2025, kedua pihak sepakat saling menghormati proses hukum yang berjalan.

“Silakan terus berkarya dan mengkritik. Kritik itu bagian dari kerja jurnalistik,” kata Harli Siregar yang juga menegaskan Kejaksaan tidak antikritik.

Tidak Ada Hubungan Kasus TB dengan Kebebasan Bersuara dan Berpendapat

Usai menjalani pemeriksaan maraton, Selasa dini hari, 22 April 2025, Tian Bahriar menggunakan rompi khas Kejagung berwarna merah muda. Kedua tangannya diborgol, diapit beberapa aparat Kejagung menuju mobil tahanan yang sedari lama parkir di pinggir gedung pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan diumumkan sesaat setelah melajunya mobil tahanan yang mmbawa Tian Bahtiar menuju Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung.Ia dikurung selama 20 hari ke depan

Tian langsung ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan penuntutan, hingga pengadilan dalam kasus dugaan korupsi PT Timah, impor gula dan ekspor crude palm oil (CPO), dan dua tersangka lain yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih selaku advokat.

Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar, digiring oleh penyidik Kejaksaan Agung menuju mobil tahanan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar, digiring oleh penyidik Kejaksaan Agung menuju mobil tahanan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Tian dkk diduga melanggar Pasal 21 UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan Tian Bahtiar diduga melakukan permufakatan jahat dengan Marcella Santoso dan Junaedi Saibih untuk mengganggu penanganan perkara. Peran Tian Bahtiar, mengubah opini masyarakat melalui konten pemberitaan di JakTV tentang kasus korupsi komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah dan kasus impor gula dengan tersangka Tom Lembong.

Perbuatan Tian Bahtiar termasuk dalam perintangan penyidikan, penuntutan, ataupun pemeriksaan di pengadilan.

"Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan JakTV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama Tersangka Tom Lembong. Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan," kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, pada Selasa dini hari, 22 April 2025.

Bunyi Pasal 21:

Pasal 21

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Sementara itu, bunyi Pasal 55 ayat 1 KUHAP adalah:

Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

Membuat Konten Negatif Kejaksaan

Abdul Qohar menyebut Tian Bahtiar menerima uang Rp 478,5 juta untuk membuat konten berita menyudutkan kejaksaan, menerima orderan Marcella Santoso dan Junaedi Saibih agar membuat konten negatif tentang kejaksaan dalam menangani perkara dua kasus itu.

Dewan Pers Analisis Pemberitaan Jak TV yang Dinilai Merintangi Penyidikan Kejagung
Dewan Pers Analisis  Pemberitaan JakTV yang dinilai Merintangi Penyidikan Kejagung (Ist)

"Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut. Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara a quo, baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan," ungkapnya.

"Dan tersangka TB memublikasikannya di media sosial, media online, dan JakTV News, sehingga Kejaksaan dinilai negatif, dan telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani Tersangka MS dan tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa," imbuhnya.

Tian Bahtiar memberitakan metodologi perhitungan kerugian negara versi Junaedi Saibih dan Marcella Santoso terkait dua perkara itu. Perhitungan kerugian sebagaimana berita di JakTV adalah bohong.

"TB lalu membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan. Kemudian, Tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online," terang Abdul Qohar.

Tian Bahtiar, lanjut Dirdik Jampidsus Kejagung, juga mendukung segala upaya 'penyerangan' yang dilakukan MS dan JS. Caranya yang dilakukan meliput kegiatan demonstrasi dengan naras inegatif tentang kejaksaan yang diduga dibayar mereka.

Sosialisasi dan Pola Kerja ala Tian Bahtiar

Tersangka kasus perintangan penyidikan maupun penuntutan (obstruction of justice), MS (Marcella Santoso) selaku advokat, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). (ANTARA)
Tersangka kasus perintangan penyidikan maupun penuntutan (obstruction of justice), MS (Marcella Santoso) selaku advokat, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). (ANTARA)

"Tersangka MS dan Tersangka JS menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk memengaruhi pembuktian perkara di persidangan, kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun ofisial JakTV, termasuk di media TikTok dan YouTube. Tersangka TB memproduksi acara TV show melalui dialog, talk show, dan diskusi panel di beberapa kampus yang diliput JakTV," kata dia.

Atas semua itu Kejagung menetapkan Tian Bahtiar sebagai tersangka. Kata Abdul Qohar, yang dilakukan Tian dkk adalah upaya untuk menggiring opini publik dengan pemberitaan negatif sehingga konsentrasi penyidik terganggu.

"Tindakan yang dilakukan tersangka MS, JS, dan TB, dimaksudkan bertujuan untuk membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula baik saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga kejaksaan dinilai negatif masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjuti, atau tidak terbukti di persidangan," jelas Abdul Qohar.

Tujuan mereka, sambungnya, sangat jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan.

Penyidik Kejagung melihat perbuatan pidana mereka dari meansrea atau niat jahatnya. Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya niat jahat TB dalam merintangi penyidikan dan penuntutan.

Salah satunya Tian Bahtiar menerima bayaran hampir 500 juta dari pengacara yang juga jadi tersangka, untuk membuat konten negatif terkait penanganan perkara di kejaksaan dan pengadilan.

Bukti permulaan yang cukup, maka sudah sah penyidikan dan penetapan tersangka Tian Bahtiar, dan pengacara tersebut secara bersama-sama.

Meski Kejaksaan menegaskan tak antikritik, kasus ini tetap menjadi ujian. Apakah benar ini murni soal hukum, atau justru menjadi ancaman terselubung bagi jurnalis yang kritis? Pertanyaan itu akan terjawab di pengadilan. Di sana, para ahli akan berdebat soal apakah tindakan Tian Bahtiar memenuhi unsur merintangi penyidikan yang disangkakan padanya.