JAKARTA – Nama Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo menyita perhatian publik khususnya di tataran perpolitikan Indonesia. Sosok yang akrab disapa Didit Prabowo itu memanfaatkan momentum Idulfitri untuk melakukan “silaturahmi politik” dengan mengunjungi Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden RI ke-7 Joko Widodo.
Langkah Didit tersebut seperti menunjukkan bila putra Presiden Prabowo Subianto itu sedang memainkan peran yang unik di tengah peliknya hubungan antara pemerintahan Prabowo dengan Megawati dan PDI Perjuangan serta Megawati dan jajaran PDIP dengan Jokowi.

Bagaimana tidak, sebelum melakukan “silaturahmi politik”, Didit juga sempat menunjukkan keharmonisan hubungan dengan mengundang mengundang putra-putri Presiden RI pertama hingga ke-7 ke acara hari ulang tahunnya. Faktanya, selain dengan putra-putri presiden, Didit juga bisa diterima dengan baik oleh Megawati, SBY dan Jokowi.
Direktur Eksekutif PPI, Adi Prayitno menilai, langkah Didit merupakan bentuk replika politik Prabowo untuk merawat komunikasi dengan para presiden-presiden terdahulu. “Prabowo ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak hanya dekat dengan Jokowi, tetapi juga menjaga hubungan baik dengan Megawati dan SBY,” ujarnya, Senin 7 April 2025.
BACA JUGA:
Menurut dia, “silaturahmi politik” Didit merupakan hal positif bila dilihat dalam konteks persatuan dan konsolidasi politik pemerintahan Prabowo yang ingin merangkul semua pihak dan mengesampingkan perbedaan maupun intrik di masa lalu demi kepentingan bangsa. Apalagi, wacana pertemuan Prabowo dan Megawati yang masih urung terlaksana padahal pertemuan itu dianggap akan sangat menentukan situasi politik pemerintahan ke depan.
Pendiri lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio mengungkapkan, “silaturahmi politik” Didit seolah menegaskan bila dirinya bukan hanya sosok atau bagian dari keluarga besar Prabowo, tapi figur yang mampu menjembatani pihak-pihak yang sebelumnya memiliki hubungan yang rumit, termasuk hubungan antara PDIP dan Jokowi dengan Prabowo serta SBY.
Dia menyatakan, di tengah tensi politik yang kerap mengiringi berita seputar hubungan antara Megawati-PDIP dan Jokowi, serta hubungan antara Prabowo dengan SBY, langkah Didit untuk mendekati dan diterima baik oleh ketiga presiden terdahulu ini menunjukkan adanya potensi besar dalam membawa politik Indonesia menuju arah yang lebih inklusif dan harmonis.
Manuver Didit bisa dilihat sebagai bagian dari usaha konsolidasi politik yang ingin mempererat hubungan elite politik besar Indonesia, termasuk dengan melibatkan pihak-pihak yang selama ini terpisah oleh perbedaan-perbedaan ideologis dan politik.
“Secara teoretis, peran yang dimainkan oleh Didit dapat dikaitkan dengan konsep politik kekuasaan dan politik kekeluargaan. Politik kekuasaan berhubungan dengan kontrol dan pengaruh yang dimiliki oleh individu atau kelompok dalam mempengaruhi keputusan-keputusan penting dalam pemerintahan,” tutur Hensat.
Dalam hal ini, kata dia, Didit memanfaatkan posisinya sebagai putra dari seorang Prabowo Subianto, untuk memainkan peran sebagai jembatan dalam hubungan antarpolitikus senior Indonesia. Sebab, mengunjungi presiden sebelum ayahnya dan diterima dengan baik oleh mereka bisa dilihat sebagai bagian dari usaha membangun koalisi kekuasaan informal yang lebih luas.
Menurut Hensat, politik kekeluargaan dalam konteks Indonesia juga sering berperan penting, terutama dalam sistem politik yang masih memiliki nuansa patronase yang kuat. Didit, dengan latar belakang keluarganya yang sangat berpengaruh, memiliki potensi besar untuk memanfaatkan hubungan pribadi untuk membangun aliansi dan menciptakan ruang bagi kolaborasi antarpihak yang memiliki kekuatan politik yang berbeda. “Dalam kasus ini, Didit lebih dilihat sebagai figur yang bisa meredakan ketegangan politik, bukannya langsung terlibat dalam pertarungan politik praktis yang lebih keras,” imbuhnya.

Peran unik Didit ini setidaknya mirip dengan yang dilakukan Augustus Caesar atau Octavianus di era Romawi yang memanfaatkan ikatan keluarga dan jaringan politiknya untuk memperkokoh posisinya. Meski tidak langsung terlibat dalam konflik-konflik besar, Octavianus dikenal memiliki kemampuan untuk menjaga hubungan dengan faksi-faksi politik besar.
Melalui pertemuan dengan para presiden terdahulu dan upaya untuk merangkul semua pihak, Didit bisa dikatakan mengadopsi strategi serupa, yakni menjaga keseimbangan kekuasaan dan merawat hubungan politik yang dapat menguntungkan bagi ayahnya, Prabowo Subianto, serta harapan utamanya, bagi masa depan politik Indonesia.
Bantah Ada Kesepakatan Khusus

Direktur Eksekutir Trias Politika Strategis, Agung Baskoro mengatakan, meski pertemuan Prabowo dan Megawati masih belum terlaksana, langkah Didit dapat dilihat sebagai jembatan yang membuka peluang untuk dialog yang lebih konstruktif. Dalam jangka panjang, hal ini bisa membuka peluang bagi Prabowo dan PDIP untuk bergabung dalam satu pemerintahan yang lebih solid.
Menurutnya, dengan eksistensi dan peran yang berusaha dimainkan, Didit seakan ingin menunjukkan bahwa politik Indonesia tidak harus selalu dipenuhi oleh konflik atau kompetisi yang tidak sehat dan penuh drama serta intrik.
“Bila berhasil, hal ini bisa membuka jalan bagi konsolidasi politik yang lebih stabil di Indonesia. Apalagi, regenerasi seakan tinggal menunggu waktu yang tak lama lagi. Jika respons Megawati positif, korelasi dengan Jokowi dan SBY pun bukan tidak mungkin akan berjalan positif seperti yang diharapkan. Ditambah dengan relasi di antara Puan Maharani, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Gibran Rakabuing Raka yang saat ini memiliki kuasa sebagai Wakil Presiden RI,” terang Agung.
Ketua DPP PDIP, Puan Maharani optimistis pertemuan Prabowo dan Megawati bisa segera terwujud, setelah “silaturahmi politik” yang dilakoni Didit. Terlebih, Megawati juga menitipkan salam kepada Prabowo melalui Didit. “Secepatnya bertemu. Ibu juga menyampaikan salam kepada Pak Prabowo semoga sehat selalu dan berharap agar perpolitikan nasional semakin membaik usai lebaran,” imbuhnya.
Juru bicara DPP PDIP, Ahmad Basarah menambahkan, kunjungan Didit mempertegas bahwa hubungan Prabowo dengan Megawati memang baik-baik saja. “Ya, saya kira itu bentuk dari silaturahmi antara keluarga Pak Prabowo dengan keluarga Ibu Mega. karena Ibu Mega berulang-ulang mengatakan bahwa hubungan pribadi antara Ibu Mega dan Pak Prabowo itu sangat baik sejak dulu hingga sekarang. Dan itu dibuktikan dengan silaturahmi Pak Didit ke kediaman beliau,” ungkapnya.
Senada dengan Puan, dia juga menyatakan bila rencana pertemuan Prabowo dan Megawati tinggal menunggu waktu. “Saya kira silaturahmi antara Ibu Mega dan Pak Prabowo itu hanya tinggal menunggu waktu saja. Mudah-mudahan persahabatan dan persaudaraan antara keluarga Pak Prabowo dan keluarga Ibu Mega akan terus terjadi selama-lamanya,” tutur Basarah.
Kepada VOI Insight, politikus senior PDIP yang enggan disebut namanya membantah adanya deal atau kesepakatan antara Prabowo dan Megawati saat “silaturahmi politik” Didit, termasuk rumor adanya kesepakatan siapa yang akan menggantikan posisi Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP.
“Tidak ada kesepakatan apapun (antara Prabowo dan Megawati). Tentu menjelang Kongres PDIP banyak isu yang bermunculan, apalagi dengan adanya kunjungan Didit ke Megawati. Tapi sekali lagi, tidak ada deal-deal apapun. Siapapun pengurus DPP yang nanti ditunjuk, itu hak dari ketua umum, dan sikap politik partai (ke pemerintah) juga nanti akan dibahas di kongres,” kata dia.