JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melalui Organisasi Riset dan Kesehatan, mengembangkan sistem diagnosis malaria dengan memanfaatkan teknologi Artifial Intelligence (AI).
Inovasi ini diungkapkan dalam pertemuan daring bertajuk Peran AI dalam Diagnosis Malaria pada Rabu, 7 Mei. Di pertemuan tersebut, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN Puji Budi Setiah Asih menyinggung tentang pentingnya teknologi ini.
Faktanya, malaria merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan terkini, Papua menjadi wilayah dengan kasus malalria tertinggi. Provinsi tersebut menyumbang 88 persen dari total kasus malaria di Indonesia.
Melihat tingginya kasus malaria di Tanah Air, penanganan yang cepat sangat diperlukan. Oleh karena itu, BRIN mengembangkan pendekatan mikroskopis berbasis AI. Menurut Puji, pemanfaatan teknologi ini dapat membantu negara dalam mendiagnosis penyakitnya secara akurat.
"(pendekatan ini) akan membantu meningkatkan sensitivitas dan akurasi diagnostik, yang merupakan prasyarat untuk eliminasi malaria. Data yang digunakan dalam pengembangan ini berasal dari berbagai pelosok Indonesia, memungkinkan sistem untuk mengenali beragam spesies parasit malaria,” kata Puji.
Meski pengembangan teknologi ini berjalan lancar sejauh ini, Puji mengungkapkan bahwa mereka juga menghadapi beberapa kendala. Salah satunya adalah standarisasi pewarnaan yang teppat untuk gambar yang akan dianalisis AI.
BACA JUGA:
"Pengembangan AI di masa depan untuk mendiagnosis malaria itu tantangannya mengenai pewarnaan dan pengukuran algoritmanya tersebut," jelas Puji. "Tetap ada human error (dalam analisisnya)."
Untuk saat ini, BRIN percaya dengan teknologi yang sedang mereka kembangkan. Ke depannya, lembaga riset tersebut berharap bahwa mereka dapat menggabungkan teknologi AI pendeteksi malaria ke teknologi seperti drone.
Penggabungan teknologi ini dilakukan untuk mencari tempat perindukan nyamuk malaria. Ketika tempat perindukan ini berhasil ditemukan, pihak terkait bisa mengatasi penyebaran penyakitnya lebih cepat dengan mematikan larva nyamuk di wilayah tersebut.
"Penemuan sumber larva atau larva source management untuk Anopheles melalui teknologi AI sangat membantu program pengendalian malaria," jelas Puji.