JAKARTA - IBM akan menginvestasikan 150 miliar dolar AS (Rp2.507 triliun) di Amerika Serikat, termasuk untuk fasilitas produksi komputer kuantum, selama lima tahun mendatang. Langkah ini menjadikan IBM sebagai perusahaan teknologi Amerika terbaru yang mendukung dorongan pemerintahan Donald Trump untuk manufaktur lokal.
Pengumuman perusahaan pada Senin 28 April ini mengikuti janji serupa dari raksasa teknologi seperti Nvidia dan Apple, yang keduanya menyatakan akan menghabiskan sekitar 500 miliar dolar AS (Rp8.357 triliun) masing-masing di negara tersebut selama empat tahun ke depan.
Sejumlah analis melihat komitmen pengeluaran ini sebagai pendekatan kepada Presiden AS Donald Trump, yang tarifnya mengancam akan mengganggu rantai pasokan dan meningkatkan biaya bagi industri teknologi.
IBM, yang juga merupakan kontraktor utama pemerintah, mengatakan bahwa lebih dari 30 miliar dolar AS dari total investasi akan digunakan untuk memperluas manufaktur komputer kuantum dan mainframe di AS — sistem yang digunakan untuk menangani data besar dan aplikasi penting.
BACA JUGA:
Perusahaan ini mengoperasikan salah satu armada sistem komputasi kuantum terbesar di dunia, yang menjanjikan kinerja ribuan kali lebih kuat daripada komputer tradisional.
"Meskipun kami yakin IBM akan terus berinvestasi di bidang teknologi kuantum yang sedang berkembang, angka yang fantastis ini kemungkinan besar merupakan isyarat kepada pemerintahan AS," kata analis D.A. Davidson, Gil Luria, mencatat bahwa perusahaan teknologi besar menggunakan janji investasi sebagai perisai terhadap konflik perdagangan.
Terobosan terbaru dalam komputasi kuantum, termasuk generasi chip baru yang diumumkan oleh Google pada bulan Desember, telah meningkatkan minat pada sektor ini. Meskipun demikian, para eksekutif masih terbagi mengenai kapan teknologi ini akan memiliki aplikasi dunia nyata.
Google bertujuan untuk merilis aplikasi komersial dalam lima tahun, sementara CEO Nvidia Jensen Huang memperkirakan penantian selama 20 tahun untuk penggunaan praktis.
IBM mengatakan pekan lalu bahwa 15 kontrak pemerintahnya ditunda karena pemotongan biaya oleh pemerintahan Trump, sebuah kemunduran yang menutupi perkiraan pendapatan kuartal Juni yang optimis dan menyebabkan sahamnya turun.